Rasa
Takut
Rasa
takut adalah perasaan tegang di dalam pikiran, karena kemungkinan akan
kehilangan sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa harta, reputasi atau hidup. Rasa
takut biasanya timbul, karena perasaan terancam. Ada yang mengancam harta kita,
reputasi kita atau hidup kita, sehingga kita lalu merasa takut.
Akar
rasa takut, sejatinya, adalah kesalahan berpikir. Kita mengira, sesuatu itu
abadi. Maka, kita lalu menggantungkan hidup kita pada sesuatu itu, entah uang,
reputasi atau pekerjaan kita. Kita mengira, semua itu adalah kebenaran sejati
yang akan ada selamanya.
Kita
mengira, dunia itu ada. Kita mengira, uang itu ada. Kita mengira, reputasi itu
ada. Padahal, jika dipikirkan lebih dalam, segala sesuatu itu kosong. Ia ada,
karena pikiran kita semata.
Kita
juga mengira, kita ini ada. Kita mengira, reputasi kita adalah segalanya. Kita
mengira, karir kita adalah segalanya. Padahal, jika dicari lebih dalam, kita
tidak akan menemukan sesuatu yang utuh dan abadi di dalam diri, reputasi
ataupun karir kita. Semuanya fana dan sementara, bagaikan bayangan.
Kita
ditipu oleh pikiran kita sendiri. Pikiran kita menciptakan segalanya, dan kita
mengira, itu semua sebagai benar, utuh dan abadi. Padahal, pikiran kita itu
rapuh. Ia bisa berubah, dan bahkan lenyap.
Kesadaran
akan kekosongan dari segala sesuatu adalah kebijaksanaan tertinggi. Orang yang
menyadarinya akan bebas dari rasa takut. Bebas dari rasa takut berarti bebas
dari penderitaan. Bebas dari penderitaan berarti hidup yang penuh dengan
kedamaian, kejernihan dan cinta untuk semua.
Melampaui Rasa Takut
Obat
paling manjur untuk rasa takut adalah dengan menyadari, bahwa segala sesuatu
itu kosong, bagaikan bayangan. Dunia itu kosong. Diri kita itu kosong. Yang ada
hanyalah ruang hampa yang besar dan mencakup semuanya.
Tidak
ada yang perlu ditakutkan. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Semuanya adalah
”apa adanya”. Tidak baik, tidak buruk, tidak benar, tidak salah, semuanya hanya
”apa adanya”.
Jika
obat ”kekosongan” ini diminum, kita akan bebas dari rasa takut. Kita tidak akan
menderita secara batin ataupun badan. Kita juga tidak akan membuat orang lain
susah. Kita hanya hidup saat demi saat dengan kejernihan dan kedamaian hati. Jika
lapar, maka kita makan. Jika haus, maka minum. Jika lelah, maka tidur. Semuanya
dilakukan dengan kesederhanaan, tanpa rasa takut.
Wattimena, Reza. 2016. Tentang manusia, Dari pikiran, pemahaman,
sampai dengan perdamaian dunia. Yogyakarta: Maharasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar