Contoh dari Permasalahan geopolitik Indonesia
v Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan
Kronologi sengketa
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat
pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara,
masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke
dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan
Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi
ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru
yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai
tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak
Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi
tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini
selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan
tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil
yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau
yang luasnya hanya 4 km2 itu, siap menanti wisatawan. Pengusaha
Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari
jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi
pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera
mengirim protes ke Kuala Lumpur meminta agar pembangunan di sana dihentikan
terlebih dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum
diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak
memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di
Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia)
dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali
ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk
menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan
tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu
Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta
sengketa kepulauan
Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina,
dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu
menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua
warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas
kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui
Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ
kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996,
Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM
Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan
"Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara
menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29
Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia
meratifikasi pada 19 November 1997.
Keputusan Mahkamah Internasional
Pada
tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada
hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa
kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya,
dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim,
sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15
merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia
dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena
berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan
dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia)
telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi
perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu
sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.
Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi
pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan
dari Sultan Sulu) akan tetapi
gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia
di selat Makassar.
v Proses reklamasi teluk Jakarta ‘dihentikan sementara’
Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa pihaknya menginginkan
proses reklamasi dihentikan sampai mereka dapat memastikan bahwa
ketentuan-ketentuan pelaksanaan reklamasi sesuai peraturan perundang-undangan
dipenuhi.
Pernyataan ini dia sampaikan dalam
konferensi pers, Jumat (15/4). Dia mengatakan bahwa ini adalah penegasan atas
hasil rapatnya dengan Komisi IV DPR pada Rabu (13/4).
"Reklamasi boleh dan sah-sah
saja, tapi ini, proses penimbunan pantai di pesisir dan wilayah laut untuk
tujuan pembangunan tertentu, ini mengubah tatanan ekosistem sehingga harus
dilakukan prosedur," kata Susi.
Menurut Susi, mulai Senin nanti,
kementeriannya bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemprov
DKI Jakarta akan "duduk bersama" dalam memastikan "kepentingan
pemerintah dan publik dinomorsatukan".
Dua kementerian tersebut, kata Susi,
akan memastikan reklamasi tidak merusak atau mendegradasi kawasan sehingga
mengubah kualitas lingkungan menjadi lebih buruk.
Susi memastikan bahwa kewenangan
reklamasi ada di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meski begitu dalam
pelaksanaannya, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus memberikan rekomendasi
dan "tetap butuh perda".
Menteri Susi mengakui bahwa dalam
reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta ini sudah berjalan meski tanpa
rekomendasi KKP dan tanpa keberadaan perda zonasi.
"Karena tidak tertatanya
pengelolaan pesisir saat ini, masyarakat ini tidak punya akses ke pantai secara
gratis dan nyaman, semua pantai sudah dikapling milik orang atau korporasi, ini
yang harus ditata atau dijadikan ketentuan yang dipenuhi sebelum melanjutkan
pembangunan pulau-pulau tersebut, kalau nggak gimana aksesnya masyarakat
ke pantai. Belum lagi para nelayan," ujar Susi.
Susi menyatakan bahwa pengembang
seharusnya terlebih dahulu menyediakan fasilitas publik dan memberi kompensasi
pada pemangku kepentingan - pemerintah, rakyat, dan nelayan - seperti mendalami
arus sungai, membangun pembuangan air terintegrasi, sebelum mulai reklamasi.
"Semestinya dengan (luas) 5.100
hektare pulau (hasil reklamasi), pemerintah juga harus dapat kompensasi public
facility atau akses, misalnya 40%. Ini yang harus kita kawal,"
ujarnya.
Ketika ditanya kenapa baru sekarang
KKP 'turun tangan' mengajak koordinasi dalam kasus reklamasi, meski penolakan
sudah berlangsung sejak lama, Susi mengatakan, "Kalau saya sudah bicara
waktu rapat dengan Menko Perekonomian, itu tahun lalu, saya sudah bicara, watershed
dibangun di mana? Bendungan kapan dibangun? Masyarakat nelayan dikemanakan?
Pengambilan pasirnya dari mana? Saya sudah bicara setahun yang lalu. Akan
tetapi tidak ada yang dengar. Waktu di kantor itu semua diam mendengarkan, tapi
tidak ada yang melaksanakan."
Saat ditanya lebih lanjut siapa yang
seharusnya melaksanakan, Susi menjawab, "Mestinya Pemprov DKI. Ada mereka
di rapat, ada Pemprov DKI, Pemprov Jawa Barat, Pemprov Banten."
Namun dalam konferensi pers ini,
Susi juga menegaskan bahwa meski proyek reklamasi dihentikan sementara, proyek
ini tetap akan berlanjut asalkan aturan-aturan prosedural dan pemenuhan hak
publik serta pemerintah terhadap wilayah hasil reklamasi terpenuhi.
Menurut
Menteri KKP Susi Pudjiastuti, kementeriannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, serta Pemprov DKI Jakarta akan duduk bersama untuk memastikan
peraturan atau prosedur reklamasi dipenuhi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Dalam kesempatan terpisah, kepada
wartawan di Balai Kota, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
pada Kamis (15/4) mengatakan tak keberatan apabila proyek reklamasi tidak dilanjutkan.
"Sekarang Ibu Susi berani tidak
batalkan reklamasi? Makanya kita tunggu saja, aku mah nurut-nurut
aja," kata Ahok.
Selain itu, pada Jumat (15/4), pada
wartawan, Ahok juga mengatakan pernah bertemu dan membahas soal reklamasi
dengan Presiden Jokowi yang, Ahok mengklaim, "mendukung" proyek
tersebut dan berpesan agar proyek tak merusak lingkungan.
"Saya
kira secara prinsip presiden pernah jadi gubernur. Bagi presiden reklamasi
tidak ada yang salah. Seluruh dunia ada reklamasi," kata Ahok.
v
Dinasti Ratu Atut Chosiyah
Awal kekuasaan
Pemberhentian sementara Djoko jadi titik awal kekuasaan
Wakil Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di Banten. Atut langsung dilantik jadi
Pelaksana Tugas Gubernur Banten.Sejak hari pertama Djoko diberhentikan, Atut
menggantikan tugas-tugas gubernur. Saat itu, Atut mengatakan, ia akan
melanjutkan program yang baik, termasuk pemberantasan korupsi. ”Saya akan
mendukung kelancaran penanganan kasus korupsi di Banten. Siapa pun yang
terbukti melakukan penyelewengan, akan kami serahkan kepada penegak hukum,”
katanya.
Saat Pilkada Banten 2006, Atut mencalonkan diri sebagai
gubernur Banten. Atut yang berpasangan dengan M Masduki memenangi Pilkada
Banten. Keduanya menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2007-2012.
Sejak menjadi orang nomor satu di Banten itulah, satu per
satu anggota keluarga besar Atut masuk ke politik praktis. Diawali kemunculan
Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008.
Istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (adik Atut) itu jadi calon wakil
bupati mendampingi Jazuli Juwaini dari PKS. Namun, pasangan ini dikalahkan
pasangan petahana, Ismet Iskandar-Rano Karno.
Tahun yang sama, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju
sebagai calon wakil wali kota Serang berpasangan dengan Bunyamin (mantan Bupati
Serang) dan menang. Kurang dari tiga tahun berkuasa, 1 Maret 2011, Bunyamin
meninggal dunia. Jaman lalu diangkat menjadi Wali Kota Serang. Saat Pilkada
Kota Serang 2013, ia kembali mencalonkan diri dan menang.
Tahun 2010, adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, mengikuti Pilkada
Kabupaten Serang. Ia terpilih jadi Wakil Bupati Serang 2010-2015 mendampingi
Taufik Nuriman.
Airin yang gagal di Pilkada Kabupaten Tangerang coba
peruntungan di Pilkada Kota Tangerang Selatan 2010. Airin yang berpasangan
dengan Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan 2011-2015.
Ibu tiri Atut, Heryani, juga tak ketinggalan. Ia terpilih
menjadi Wakil Bupati Pandeglang pada Pilkada 2011 mendampingi Erwan Kurtubi.
Pada tahun yang sama, Atut kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Banten
didampingi Rano Karno. Untuk kedua kalinya, Atut terpilih sebagai Gubernur
Banten.
Di luar eksekutif
Di luar eksekutif
Tak hanya jabatan di pemerintahan, sejumlah jabatan di
lembaga legislatif juga dirambah. Pada Pemilu 2009, suami Atut, Hikmat Tomet,
terpilih sebagai anggota DPR. Anak pertama mereka, Andika Hazrumy, jadi anggota
DPD perwakilan Banten. Adde Rosi Khairunnisa, menantu Atut (istri Andika), jadi
anggota DPRD Kota Serang.
Jabatan di sejumlah lembaga dan organisasi kemasyarakatan
juga dikuasai. Hikmat (meninggal karena stroke pada 9 November 2013) jadi Ketua
Dewan Kerajinan Nasional Provinsi Banten 2012-2017. Andika memimpin Karang
Taruna Banten, Taruna Siaga Bencana, serta Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso
Banten. Adde jadi Ketua PMI Kota Serang serta Ketua Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Banten.
Sejak 2007 hingga sekarang, Atut jadi Ketua Umum PMI Banten.
Sementara Wawan, adiknya, merupakan Ketua Kadin Provinsi Banten.
Keluarga Atut juga menguasai Partai Golkar. Hampir semua kerabat dekatnya yang
menjadi pimpinan daerah diusung Partai Golkar. Begitu pula kerabat yang menjadi
anggota lembaga legislatif, diusung partai berlambang beringin warisan Orde
Baru ini.
Juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur Ikhsan, menjelaskan,
keluarga Atut merupakan keluarga besar. Banyak anggota keluarga yang tertarik
terjun ke politik praktis sehingga sulit mengurai motivasi mereka menguasai
jabatan publik. Tiap-tiap anggota keluarga memiliki kemandirian sehingga punya
pertimbangan sendiri ketika terjun ke politik praktis.
Tepat delapan tahun
Tepat delapan tahun
Setelah delapan tahun berkuasa, keluarga Atut tersandung
kasus hukum dan mulai goyah. Wawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi
karena disangka menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa
Pilkada Kabupaten Lebak, 2 Oktober silam. Sehari kemudian, Atut dicegah ke luar
negeri.
Pada 11 Oktober 2013, tepat delapan tahun berkuasa di
Banten, Atut diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap sengketa Pilkada
Lebak. Delapan tahun lalu, Atut penuh mendukung pemberantasan korupsi di
Banten. Kemarin, KPK menetapkan Atut sebagai tersangka. Siklus tengah berjalan
tampaknya. Delapan tahun rentangnya.
Dinasti Banten dan
Kegagalan Otonomi 08 Oktober 2013 08:49:49 Diperbarui: 24 Juni 2015 06:50:50
Dibaca : 1,097 Komentar : 3 Nilai : 2 Belakangan ini santer diberitakan
mengenai mulai goyahnya dinasti kekuasaan Ratu Atut di wilayah Banten.
Keberanian KPK untuk mulai mengusik dinasti Banten ini sebagian dipuji sebagian
lagi masih sangsi dengan berbagai alasan terutama bila dikaitkan dengan masalah
politis. Namun walaupun terkesan telat karena dinasti ini sudah berkuasa
bertahun-tahun upaya KPK ini sebenarnya merupakan salah satu show untuk
mempertunjukkan bahwa sebenarya bukan di Banten saja dinasti dan kebobrokan
terjadi, namun di hampir sebagian besar pemerintahan daerah siapapun dan dari
parpol manapun kepala daerahnya. Sistem otonomi daerah yang dulu begitu
diagung-agungkan oleh para pembuat kebijakan dan pengamat politik dengan maksud
mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat justru sekarang berbalik
menghancurkan kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan rata-rata komposisi
belanja daerah yang lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai (70%)
dibandingkan belanja modal (30%), maka jangan berharap kesejahteraan rakyat
didaerah bisa meningkat. Apa yang diharapkan dari 30% anggaran untuk belanja
modal? Mau membangun apa? Celakanya, dari 30% inipun masih dikorupsi juga.
Dengan kondisi belanja pegawai yang tinggi, menjadi lahan subur bagi
praktek-praktek korupsi yang dilakukan pejabat dan aparat pemerintahan melalui
mark-up kegiatan/program, perjalanan dinas, pelatihan dan bentuk-bentuk belanja
yang tidak terkait langsung dengan peningkatan fasilitas yang ditujukan untuk
kemakmuran rakyat. Makanya tidak aneh jika sekarang seorang pejabat yang
walaupun sudah 2 periode (10 tahun) memimpin tetapi tidak meninggalkan jejak
apa-apa yang telah dibangun dan dinikmati oleh warganya. Sudah menjadi rahasia
umum bahwa dari awal perancangan anggaran, pemerintah daerah dan anggota dewan
sudah berselingkuh dan melakukan praktik ijon dan tukar guling kepentingan
terutama terjadi pada dinas-dinas yang “basah-kuyup” dan menjadi sapi perah
bagi kepentingan pejabat dan parpol seperti dinas pendidikan, dinas bina marga,
kesehatan dll. Padahal seharusnya kalau senatornya bersih, jika melihat
komposisi anggaran yang diajukan pemerintah daerah tidak pro-rakyat, maka
seharusnya sudah mentah-mentah ditolak. Sayangnya senator daerah ini bukanlah
malaikat, mereka hanyalah manusia biasa yang pada saat-saat tertentu terkadang
sulit membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Praktik kongkalingkong
pejabat dan anggota dewan dengan calo-calo pengusaha pencari rente untuk
mengatur aliran dana dan proyek ini yang disinyalir dilakukan di Banten pasti dilakukan
di daerah lain karena inilah trade mark otonomi daerah. Ironisnya kegagalan
sistem ini lagi-lagi harus ditanggung oleh rakyat. Rakyat yang terus dibebani
oleh berbagai macam kenaikan yang dibuat melalui kebijakan daerah (seperti PBB)
maupun pemerintah pusat (listrik, BBM dll) untuk menutupi defisit hanya karena
meningkatnya anggaran yang justru lebih disebabkan oleh inefisiensi penggunaan
dan distribusi anggaran. Kita jarang mendengar kasus korupsi yang terjadi di
daerah berhasil diungkap dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum di luar
KPK seperti kejaksaan, kepolisian atau dari hasil pemeriksaan BPK. Kita hanya
berharap ini terjadi karena para penegak hukum dan pemeriksa tidak sedang
berkonspirasi menutup kasus yang ada walaupun kabar-kabar burung dan
selentingan menyebutkan bahwa korupsi ini memang ada tetapi setelah deal dengan
aparat dan pemeriksa, maka kasus ini pun menguap dan selesai. Sehingga wajar
bila masyarakat menumbuhkan begitu besar harapan kepada KPK untuk mengungkap
kasus korupsi di daerah.
v
Meningkatnya hutang negara Indonesia terhadap luar negeri
Pada
saat ini, perkembangan hutang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami
peningkatan. Data dari Bank Indonesia menyebutkan bahwa pada Januari 2015
hutang luar negeri Indonesia mencapai 298,6 miliar dollar Amerika Serikat.
Porsi ini naik 2,05 persen dibandingkan hutang luar negeri Indonesia di bulan
Desember 2014 sebesar 292,6 miliar dollar Amerika Serikat. Secara keseluruhan
hutang luar negeri Indonesia tumbuh 10,1 persen dibanding periode yang sama di
tahun 2014. Dalam hal ini hutang swasta menyumbang porsi terbesar dari total
hutang luar negeri Indonesia di januari 2015 dengan 162,9 miliar dollar Amerika
Serikat atau 54,6 persen. Rincian penyumbang terbesar hutang swasta pada
Januari 2015 berasal dari sektor keuangan sebesar 47,2 miliar dollar Amerika Serikat,
industri pengolahan32,2 miliar dollar Amerika Serikat, pertambangan 26,4
miliar, serta listrik, gas dan air bersih sebesar 19,2 miliar dollar Amerika
Serikat.
Hal
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan hutang luar negeri Indonesia meningkat.
Dengan peningkatan hutang luar negeri tersebut menunjukkan bahwa Indonesia
sangat tergantung pada utang luar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan
anggaran belanja yang deficit, atau anggaran belanja yang tidak seimbang.
Defisit berati tingkat pengeluaran lebih besar dari pada tingkat pendapatan.
Hal ini mengakibatkan bahwa Indonesia kekurangan modal. Dalam hal ini modal
(dana) berguna sebagai modal pembangunan. Untuk menutupi anggaran belanja yang
tidak seimbang tersebut Indonesia melakukan hutang luar negeri.
Hutang
luar negeri merupakan suatu sarana yang baik untuk meningkatkan roda
perekonomian nasional, karena dengan hutang luar negeri yang setabil dan sehat
maka roda perekonomian juga akan berjalan dengan baik. Hal ini di dukung juga
dengan semakin banyaknya aktifitas sektor produksi baik pemerintah ataupun
swasta dengan adanya bantua dana dari luar negeri tersebut. Namun, jika hutang
luar negeri yang tak terkendali maka akan membawa dampak yag kurang baik dengan
stabilitas perekonomian nasional kedepannya.
Fakta Utang Luar Negeri Indonesia
Faktanya
di Indonesia Utang luar negeri digunakan untuk untuk kegiatan yang tidak
produktif, digunakan untuk menutup hutang di Negara lain. Bukan digunakan untuk
kegiatan yang dapat menuai hasil seperti untuk biaya pelatihan tenaga kerja,
modal pembelian alat-alat yang produktif dan modal untuk produksi komoditi
Indonesia. Selain itu Hutang di Indonesia juga kurang dikelola dengan baik. Hal
ini berhubungan dengan manajemen keuangan atau pengalokasian dana yang salah.
Pengalokasian dana yang salah ini berkaitan dengan para pejabat atau para
petinggi Negara yang melakukan tindakan “ngawur” dalam alokasi hutang.
Alih-alih hutang digunakan untuk modal pembangunan, ternyata hanya sebagai
kedok belaka. Dana hutang luar negeri malah digunakan untuk kepentingan
pribadinya masing-masing.Hal ini yang membuat hutang menjadi beban Negara
kedepannya.
Solusi atau masalah Baru?
Hutang
luar negeri akan berdampak positif bagi perekonomian, jika di alokasikan dan
dikelola dengan baik, dan sebaliknya akan berdampak buruk bagi perekonomian
jika tidak dikelola dengan baik. Berkaca dari permasalahan di Indonesia, Hutang
luar negeri tidak dialokasikan dengan baik Akhir-akhir ini juga, Indonesia
mengalami kasus korupsi yang besar-besaran sehingga menimbulkan masalah yang
cukup rumit dan mengakibatkan negara mengalami kerugian yang sangat besar.
Kasus-kasus korupsi yang terjadi ini mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia semakin lambat dan mengakibatkan terkendalanya pembangunan ekonomi.
Sehingga dana-dana luar negri yang didapatkan Indonesia tersebut menjadi salah
sasaran dan menjadi beban berat bagi negara. Hal ini mengakibatkan tidak
tercapainya fungsi dan tujuan utama dari Utang Luar Negeri tersebut.
Utang
luar negeri Indonesia malah menjadi beban dan masalah baru bagi perekonomian.
Dengan adanya aliran dana yang terhambat mengakibatkan sektor-sektor yang yang
pembiayaannya berasal dari utang luar negeri akan terpuruk dan tidak berjalan
dengan semestinya. Seperti sektor keuangan Negara, sistem anggaran belanja
Indonesia adalah deficit atau anggaran belanja yang tidak seimbang, dengan
terhambatnya aliran modal mengakibatkan belanja Negara serta pembiayaan lain
menjadi terhambat. Gaji pegawai yang termasuk dalam anggaran belanja Negara
akan terhambat, banyak pegawai yang tidak digaji. Ketika pegawai tidak
mempunyai pendapatan akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Ketika
daya beli masyarakat menurun mengakibatkan harga-harga barang akan rendah.
Sehingga mengakibatkan para pedagang akan merugi dan gulung tikar. Sehingga
dalam perekonomian tidak terjadi perputaran dana dan pendapatan, mengakibatkan
pendapatan nasional akan turun. Pendapatan nasional turun mengindikasikan bahwa
lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Usaha
pemerintah dan Bank Indonesia dalam menangani masalah hutang luar negeri agar
tidak melonjak tajam dan tidak sehat seperti yang diharapakan, maka pemerintah
dan Bank Indonesia harus segera melakukan kebijakan untuk melindungi kesehatan
hutang luar negeri baik hutang pemerintah maupun swasta. Hal yang bisa di
lakukan yaitu mengenai pengetatan pengawasan dan pengendalian hutang pada
sektor swasta yang mana pada sektor ini sering terjadi kecurangan dalam
peminjaman yang kurang sehat. Kemudian pemerintah mensosialisasikan aturan
tentang kehati-hatian dalam melakukan hutang luar negeri pada sektor swasta,
kemudian pemerintah harus membatasi rasio swasta yang akan melakukan hutang
luar negeri sesuai dengan modal yang dimilikinya. Hal lain yang perlu
diperhatikan juga yaitu mengenai kemampua sektor swasta yang bersangkutan untuk
membayar hutang luar negeri yang dibebankan beserta bunganya.
Disamping
itu peranan lembaga penegak hukum menjadi sangat vital melihat kondisi
Indonesia saat ini yang sedang dilanda korupsi besar-besaran sehinggga meberikan
dampak negatif bagi negara danmenyebabkan kerugian negara hingga triliunan.
Tegasnya penegak hukum dalam menindak para pelaku kejahatan sangat menentukan
karena dengan adanya sifat tegas dan tidak adanya main mata dengan para petugas
akan memberikan dampak yang kuat bagi para koruptor. Karena dengan banyaknya
kasus korupsi yang melanda Indonesia, akan semakin menambah resiko inalokasi
dana luar negri yang lebih besar lagi. Alokasi dana luar negri yang tepat akan
menjadikan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Diharapkan
dengan kebijakan pembatasan-pembatasan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah
maupun Bank Indonesia ini, kedepan akan bisa membuat stabilitas perekonomian
Indonesia berjaan dengan baik dan semakin pesat. Hal ini perlu juga adanya kerjasama
pihak swasta dan pemerintah untuk sejalan dengan pemikiran yang ada sehingga
target untuk menjaga kesehatan hutang luar negeri dapat berjalan dengan baik
dan tidak membebani negara. Kedepan diharapkan pemerintahan lebih mandiri dalam
menyediakan dana yang dibutuhkan pihak swasta dalam negeri agar tidak melakukan
peminjaman terhadap luar negeri, jika hal itu bisa terjadi maka perekonomian
dalam negeri sudah mengalami peningkatan perekonomian yang sangat baik. Karena
pemenuhan akan kebutuhan modal dalam negeri dapat disediakan sendiri oleh
pemerintah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar