Sabtu, 31 Desember 2016

PENJAJAHAN.....

Penjajahan Mainstream

Sekelompok anak muda Indonesia berkumpul. Mereka saling berbagi cerita. Segala ketakutan dan harapan mereka diutarakan satu sama

lain. Yang menarik, polanya sama.

Mereka takut hal yang sama: tidak punya uang. Mereka merindukan hal yang sama: mendapatkan uang yang banyak. Mereka benar-benar merasa, bahwa ketakutan dan harapan mereka mencerminkan kebenaran. Inilah pola hidup generasi anak muda Indonesia di awal abad 21 ini.


”Mainstream”

Setiap jaman memiliki ”mainstream”-nya sendiri. Inilah yang disebut sebagai Zeitgeist, atau semangat jaman. Di awal abad 21 ini, kita hidup di masa ”uang”. Segala hal diukur dengan uang. Jika sesuatu, semurni dan setulus apapun itu, tidak memiliki nilai ekonomis, maka ia dianggap tidak berharga.

Banyak orang ikut serta secara sukarela dan tanpa sadar di dalam ”mainstream” ini. Mereka mengikuti pola hidup yang sama. Mereka memiliki selera yang sama. Mereka memiliki pola pikir yang sama.

Di sisi lain, mereka juga mempunyai ketakutan yang sama. Mereka khawatir akan hal yang sama. Mereka memilih hal-hal yang serupa, sekaligus menolak hal-hal yang sama. Para anggota ”mainstream” ini hidup bagaikan gerombolan domba yang disetir oleh kekuatan di luar mereka, yakni kekuatan ”mainstream”.

Yang tercipta kemudian adalah hidup yang sepenuhnya dangkal, yakni hidup yang sepenuhnya ditujukan untuk kenikmatan diri sendiri dalam bentuk penumpukan uang. Orang tidak lagi memiliki visi
pribadi yang lebih luas tentang kehidupan sebagai keseluruhan. Ia hanya ikut arus dari ujung rambut sampai ujung kuku kakinya.

Akar dari semua ini adalah ketakutan. Orang mengira, jika ia tidak ikut arus ”mainstream”, maka ia tidak akan selamat. Ketakutan ini juga didukung oleh fakta di Indonesia, bahwa negara hampir tidak hadir untuk melindungi rakyatnya, hampir di segala bidang. Akhirnya, orang harus memikirkan semuanya sendiri melulu untuk keselamatan dirinya dan keluarganya.


Berpartisipasi dalam Penindasan

Mengapa hidup mengikuti arus ”mainstream” ini bermasalah? Pertama, dengan mengikuti gaya hidup ”mainstream”, orang secara tidak langsung berpartisipasi dalam melestarikan struktur ketidakadilan sosial yang ada di masyarakat. Di dalam struktur sosial sekarang ini, sekelompok orang kaya di atas kemiskinan begitu banyak orang lainnya. Dengan mengikuti gaya hidup ”mainstream”, tanpa sikap kritis apapun, berarti orang setuju dan mendukung struktur sosial yang menindas semacam ini.

Kedua, orang yang hidup mengikuti ”mainstream” secara tidak sadar dimanfaatkan untuk keuntungan pihak lain. Mereka menjadi benda atau obyek yang diperas demi kepentingan pihak lain. Seringkali, kepentingan pihak lain itu adalah semata demi meningkatkan keuntungan, dan seringkali dengan merugikan pihak-pihak lainnya. Para anggota ”mainstream” ini kerap tidak sadar, kalau mereka hanya barang atau alat yang diperas semata.

Di dalam masyarakat konsumtiv kapitalistik sekarang ini, kita semua adalah komoditi yang siap dijual. Informasi tentang diri kita disebar di Internet untuk dijual kepada pembeli tertinggi. Kita seringkali tidak sadar dengan hal ini, karena kita sibuk memuaskan kepentingan diri kita akan uang. Kita sibuk mengikuti gaya hidup
”mainstream” yang menyembunyikan penindasan dan ketidakadilan besar di baliknya.

Ketika kita hidup seperti domba mengikuti pola ”mainstream”, kita merusak masyarakat yang memang sudah rusak. Kita menjadi korban sekaligus pelaku yang melestarikan ketidakadilan sosial. Bagaimana keluar dari lingkaran setan semacam ini? Bagaimana supaya kita terhindar dari penjajahan ”mainstream” ini?


Belajar dan Bertanya

Yang jelas, kita perlu mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Kita perlu belajar dan bertanya tentang jalan hidup yang kita pilih, apakah ini ikut melestarikan ketidakadilan yang ada, atau menguranginya. Kita juga perlu melihat ke dalam diri kita, apakah kita dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan tidak adil, atau tidak. Kita perlu mencari informasi dan bertanya pada orang-orang yang tercerahkan, supaya kita tidak menjadi domba yang ikut arus ”mainstream”, dan secara tidak sadar merugikan banyak orang.

Tidak semua orang memiliki kekuatan dan kehendak untuk sungguh mengubah keadaan sosial menjadi lebih baik bagi banyak orang. Namun, setiap orang punya kekuatan untuk tidak ikut me-nambah ketidakadilan yang ada. Ini bisa dilakukan, jika kita bersikap kritis terhadap pola hidup ”mainstream”. Bukankah lebih baik kita hidup sederhana dan bersahaja, daripada hidup mewah bergelimangan harta hasil dari penipuan dan ketidakadilan sosial di dalam struktur masyarakat kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar