Rabu, 28 Desember 2016

ASH SHULHU


ASH SHULHU
Menurut bahasa Ash shulhu adalah memutus pertengkaran/perselisihan. Sedangkan menurut syari’at adalah jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan. Masing-masing yang melakukan akad disebut mushalih. Persoalan yang di perselisihkan disebut mushalih an’-hu. Kemudian, hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan disebut mushalih ‘alaihi, atau badalush shulh.
Landasan hokum Ash Shukhu menurut Al-Qur’an adalah Sunah dan Ijma’. Dalam Q.S.:49 ayat 9 Allah menjelaskan bahwa jika ada dua orang mukmin dari golongan yang berbeda berperang maka seorang harus membuatnya saling damai antara keduanya. Tetapi jika salah satu dari golongan tersebut membuat terluka atau melukai golongan yang lainnya maka ingatkanlah agar ia mengingat perintah Allah. Kemudian damaikanlah mereka dengan adil karena Allah menyukai orang-orang yang adil.
Rukun Ash Shulhu adalah Ijab dan Qabul, dan dengan lafaz apapun yang dapat menimbulkan perdamaian.
Syarat-syarat Ash Shulh
Syarat-syarat shulh ini ada yang berhubungan dengan mushalih bihi dan ada pula yang berkaitan dengan mushalih’anhu.
Syarat-syarat mushalih bihi:
1.      Bahwa ia berbentuk harta yang dapat dinilaikan, dapat di serahterimakan atau berguna.
2.      Bahwa ia diketahui secara jelas sekali, sampai pada tingkat tidak adanya kesamaran dan ketidakjelasan yang dapat membawa kepada perselisihan, jika memerlukan penyerahan dan penerimaan.
Syarat-syarat Mushalih ‘anhu:
1.      Bahwa ia berbentuk harta yang dapat dinilaikan atau barang yang bermanfaat. Dan, tidak disyaratkan mengetahuinya karena tidak memerlukan penyerahan.
2.      Bahwa ia termasuk hak manusia, yang boleh di ‘iwadhkan (diganti) sekalipun berupa harta, seperti qishash.
Macam-macam Shulh
1.      Shulh tentang ikrar
Bahwa seseorang mendakwa orang lain yang berhutang, atau adanya materi atau manfaat pada si terdakwa. Kemudian si terdakwa mengakui hal tersebut. Lalu mereka bersulh; bahwa pendakwa mengambil sesuatu dari si terdakwa. Karena manusia tidak selalu berkeberatan gugurnya semua haknya atau sebagian dari haknya.

2.      Shulh tentang Ingkar
Bahwa seseorang menggugat orang lain tentang suatu materi, atau hutang atau manfaat, kemudian si tergugat ingkar, mengingkari apa yang digugatkan kepadaNya. Lalu mereka bershulh.
3.      Shulh tentang Sukut
Bahwa seseorang menggugat orang lain tentang sesuatu, kemudian yang digugat berdiam diri, tidak mengakui dan tidak mengingkari.

Hukum Shulh Ingkar dan Sukut
Para ulama membolehkan dilakukannya shulh tentang sesuatu yang diingkari dan didiamkan.
Dalam keadaan ingkar, karena hak tidak dapat ditentukan oleh dakwaan. Dan ini bertentangan dengan ingkar. Dan kebenaran tidak dapat ditentukan dengan adanya kontradiksi. Dalam sukut, karena orang yang diam, dianggap sebagai tidak menerima, demikian menurut hokum, sebelum ia mendengarkan kejelasan.
Adapun jalan tengah yang diambil oleh seorang ulama yakni tidak melarang secara mutlak dan tidak membolehkan secara mutlak pula.
Dan ada pula yang menemukan dalil: tidak dapat dikatakan shulh ingkar itu tidak sah. Dan tidak dapat pula dikatakan mutlak sah. Tetapi dapat berbagi.
Mereka yang membolehkan shulh, untuk hal yang diingkari atau didiamkan, berkata: sesungguhnya hukumnya dalam hubungan dengan hak si tergugat adalah sebagai penebusan atas sumpahnya dan sebagai pemutusan khushumah dari dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar