Pengertian Stres Dan Penanganannya
1. Konsep
stres di Sekolah
Sekolah
mempunyai arti sangan penting bagi kehidupan dan perkembangan peserta didik.
Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan
menentukan kualitas kehidupan mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama,
sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu
terjadinya stres dikalangan peserta didik. Bahkan menurut Firman dan Cross
(1987)(Desmita,288), sekolah, di samping keluarga merupakan sumber setres yang
utama bagi anak. Hal ini agaknya dimengerti, sebab anak banyak menghabiskan
waktunya di sekolah. Di sekolah anak merupakan anggota dari suatu masyarakat
kecil di mana terdapat tugas-tugas yang harus diselesaikan, orang-orang yang
perlu dikenal dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang menjelaskan dan
membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka. Peristiwa-peristiwa hidup yang
dialami anak sebagai anggota masyarakat kecil yang bernama sekolah ini tidak
jarang menimbulkan perasaan stres dalam diri mereka.
2. Definisi
stres sekolah atau school stress
Verna,dkk9(2002)(Desmita,291)
mendefinisikan school stress sebagai
akibat dari tuntutan sekolah,yaitu stress siswa yang bersumber dari tuntutan
sekolah.Tuntutan yang dimaksud yaitu lebih menfokuskan pada tuntutan
tugas-tugas sekolah dan tuntutan dari guru.
Desmita(2005,291) mendefinisikan stress sekolah sebagai
ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan
disekolah,dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa,sehingga
memunculkan reaksi-reaksi fisik,psikologis dan tingkah laku yang berdampak pada
penyesuaian psikologis dan prestasi akademis.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan stres sekolah adalah kondisi stres
atau perasaan yang tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan
sekolah yang dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya ketegangan fisik,
psikologis, dan perubahan tingkah laku serta dapat mempengaruhi prestasi
belajar mereka.
3. Sumber
stres sekolah
Sebagai
sebuah organisasi sosial yang kompleks sekolah memiliki sejumlah norma,nilaidan
tuntutan yang harus dipenuhi oleh para anggotanya termasuk oleh siswa (Sergiovanni
dan sterrat1993,Arends,1981)(Desmita,292). Sistem norma,nilai dan tuntutan
sekolah tersebut mempunyai dampak yang besar terhadap penyesuaian akademik dan
sosial siswa(Brand,dkk,2003).Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan
berbagai tuntutan sekolah tersebut akan memicu terjadinya
stres(kiselica,dkk,1994)(Desmita,292).
Desmita(2005)mengidentifikasikan ada
4 tuntutan sekolah yang dapatmenjadi sumber stres,yaitu: :
a. Tuntutan
fisik(Physical demands)
Physical demands maksudnya adalah
stress siswa yang bersumber deri lingkungan fisik sekolah. Dimensi-dimensi dari
lingkungan fisik sekolah yang dapat menyebabkan terjadinya stres siswa ini
meliputi: keadaan iklim ruang kelas, temperatur yang tinggi, pencahayaan dan
penerangan, perlengkapan atau sarana/prasarana penunjang pendidikan, daftar
pelajaran, kebersihan dan kesehatan sekolah, keamanan dan penjagaan sekolah.
b. Tuntutan
tugas (Task demands)
Tugas-tugas pelajaran merupakan
aktivitas umum yang harus dilakukan oleh siswa sekolah di hampir semua negara,
meskipun dengan frekuensi dan porsi penggunaan waktu yang berbeda-beda. Remaja
di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, menghabiskan
lebih banyak porsi waktu mereka untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan
sangan sedikit waktu yang mereka gunakan untuk bersenang-senang, dibandingkan
dengan remaja di America dan Eropa (Fulligni & Stevenson. 1955; Leone
&Richards, 1989; Alsaker & Flammer, 1999). Bahkan hasil penelitian
Verma, Sharma dan Larson (2002) menunjukkan bahwa remaja India rata-rata
menghabiskan sepertiga waktu mereka untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Lebih dari setengah waktu itu tersita untuk mengerjakan tugas-tugas di sekolah
atau classwork, dan selama 2 jam setiap harinya dipergunakan untuk mengerjakan
tugas-tugas dirumah atau homework.
Adanya tuntutan tugas sekolah ini di satu sisi merupakan aktivitas sekolah yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa,namun disisi lain tidak jarang tuntutan tugas tersebut menimbulkan perasaan tertekan dan kecemasan.
Adanya tuntutan tugas sekolah ini di satu sisi merupakan aktivitas sekolah yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa,namun disisi lain tidak jarang tuntutan tugas tersebut menimbulkan perasaan tertekan dan kecemasan.
c.
Tuntutan peran (Role
demands)
Dimensi ketiga dari stressor di
sekolah adalah berhubungan dengan peran yang dipikul oleh siswa.yang disebut
dengan peran adalah sekumpulan kewajiban yang diharapkan dipenuhi oleh
masing-masing individu sesuai dengan posisinya.
Tuntutan peran secara tipikal
berkaitan dengan harapan tingkah laku yang dikomunikasikan oleh pihak
sekolah,orang tua dan masyarakat kepada siswa.harapan peran ini dapat menjadi
salah satu sumber stress bagi siswa ,terutama ketika ia merasa tidak mampu
memenuhi harapan-harapan peran tersebut.
d.
Tuntutan interpersonal (Interpersonal demands)
Dimensi keempat dari tuntutan
sekolah yang dapat menjadi sumber stres bagi siswa adalah tuntutan
interpersonal. Keberhasilan siswa menjalin hubungan dengan orang lain di
sekolah banyak ditentukan oleh kompetensi interpersonal yang dimilikinya,
seperti kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal, kemampuan
membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan
emosional, serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul
dalam hubungan interpersonal (Buhrmester, 1988)(Desmita,296).
Rice(1999)secara garis besar
membedakan 2 tipologi sumber stress sekolah:
1) Personal social stressor,adalah
stress siswa yang bersumber dari diri dan lingkungan sosial. Dalam studi
tentang siswa wanita yang dilakukan oleh Frazier dan Schauben, 1994 (dalam
Ricw, 1999), diidentifikasi beberapa stressor yang berhubungan dengan isu-isu
hubungan, yaitu ditolak, disisihkan, dicurangi teman dekat, tidak
diikutsertakan, kehamilan yang tidak di kehendaki, tekanan ujian dan masalah
keuangan. Sekian banyak stressor yang paling kuat adalah kematian orangtua atau
teman dekat dan kehamilan yang tidak di kehendaki.
2) Akademic stressor adalah stress siswa yang bersumber
dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
belajar, yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, menyontek,
banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan bantuan beasiswa,
keputusan menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan ujian dan manajemen
waktu..
Stress yang dialami oleh siswa biasanya juga disebabkan oleh tekanan orang tua, tekanan guru, tekanan dari sesama siswa, dan tekanan dari diri sendiri
Stress yang dialami oleh siswa biasanya juga disebabkan oleh tekanan orang tua, tekanan guru, tekanan dari sesama siswa, dan tekanan dari diri sendiri
4. Dampak stress sekolah
Stres
sekolah mempunyai dampak terhadap kehidupan pribadi anak,baik secara fisik, psikologis maupun secara psikososial. Ada beberapa penelitian, misalnya
Firman dan Cross (1987), stres anak yang tinggi di sekolah lebih memungkinkan
untuk menentang dan berbicara dibelakang guru, membuat keributan dan kelucuan
didalam kelas, serta mengalami sakit kepala dan sakit perut. Demikian pula
dengan Philips, 1978 (dalam Kiselica, dkk., 1994), melaporkan bahwa kecemasann
sekolah yang tinggi dan rendah dalam diri anak remaja secara konsisten
menimbulkan dampak yang berbeda antara perilaku adaptif dan maladaptif.
Kecemasan anak yang tinggi menunjukkan lebih banyak masalah tingkah laku, tidak
disukai oleh teman, konsep diri yang buruk, serta sikap terhadap sekolah dan
prestasi akademis yang rendah.
Sejumlah
temuan tersebut mengindikasikan bahwa tuntutan sekolah merupakan sumber stress
yang memprovokasi stimuli dan menganggap bahwa anak remaja mengalami tingkat
stress yang berbeda. Anak yang mengalami tingkat stress tinggi dapat menimbulkan kemunduran prestasi, perilaku, dan berbagai masalah psikososial lainya. Sedang anak yang mengalami tingkat
stress sedang malah dapat meningkatkan kesadaran, kesiapan dan prestasi. Ini menunjukkan
bahwa dampak stress sekolah terhadap kehidupan anak ini, tidak sepenuhnya
bersifat negatif melainkan juga dapat bersifat positif.
Hal ini dapat
dimengerti, sebab sebagaimana dijelaskan oleh Hans Selye dalam teorinya tentang
stress, bahwa tidak semua stress bersifat negatif, melainkan stress dapat pula
bersifat positif. Selye membedakan tiga bentuk stress:
a. Distress,
diasosiasikan dengan respins terhadap stress yang bersifat tidak memuaskan yang
dapat merusak pada keseimbangan fungsi tubuh individu.
b. Eustress,
respons terhadap stress yang bersifat memuaskan yang dapat membangkitkan fungsi
optimal tubuh, baik fungsi fisik maupun fungsi psikis.
c. Neustress,
mengacu pada respon stress individual yang bersifat netral, yang tidak member
akibat nagatif maupun positif, namun menyebabkan tubuh berada pada fungsi
internal yang mantap, tetap berada dalam keadaan homoestatis (Elmira, 1993,
Sarafino, 1990; Branno & Fiest, 2000).
Hampir
senada dengan pandangan Selye tersebut, Lazarus juga membedakan stress atas
tiga tipe penilaian, yaitu:
1) Harm-loss,
mengacu pada besarnya kerusakan yang sudah terjadi, seperti ketika seseorang
menjadi tidak berdaya dan merasa untuk terus merasakan rasa sakit yang sangat.
Penilaian terhadap kerusakan mungkin menghasilkan kemarahan, kemuakanm
ketidakpuasan, atau kesedihan.
2) Threat,
mengacu pada pengharapan atas bahaya yang akan dating. Penilaian terhadap
ancaman mungkin menimbulkan kekhawatiran, kecemasan atau ketakutan.
3) Chalenge,
mengacu pada kesempatan untuk mencapai pertumbuhan, penguasaan suatu bidang,
atau keuntungan dengan menggunakan lebih dari factor-faktor rutin untuk
memenuhi kebutuhan. Penilaian terhadap tantangan mungkin menimbulkan
kegembiraan atau antisipasi.
Mengacu
pada teori di atas, dapat dipahami bahwa stress sekolah tidak sepenuhnya
bendampak negatif, melainkan juga dapat bermakna positif bagi remaja, dalam
artian dapat sebagai tantangan untuk mengatasinya. Stress yang bermakna positif
ini tidak membahayakan, malah sebaliknya diperlukan untuk meningkatkan kualitas
diri dan prestasi belajar.
Dampak
stress secara umum :
1) Dampak positif
Stres
yang berdampak positif umumnya merupakan bagian yang normal dari proses belajar dalam
kehidupan anak setiap hari. Misalnya, ketika anak mengikuti perlombaan
tertentu, ia akan belajar arti kompetisi dalam mencapai keberhasilan. Stress
yang dialami dalam kompetisi seperti ini bisa diarahkan untuk memotivasi
semangat belajar, berlatih dan bekerja keras mencapai kemenangan, serta melatih
kesiapan mental anak menghadapi kegagalan dan menerima kekalahan. Contoh lain, stress yang dialami anak
ketika belajar bersepeda bisa dikembangkan untuk memotivasi usaha dan
keinginanya agar cepat bisa. Bersepeda juga mengajarkan anak tentang teknik
kecepatan dan keseimbangan, serta belajar mengenai sakit karena jatuh lalu
bangkit untuk kembali belajar dari kesalahan sewaktu jatuh tadi.
Bentuk
stres seperti ini memberikan stimulasi positif untuk perkembangan kemampuan dan
kecerdasannya sebagai bentuk belajar menghadapi tantangan, serta melatih
keterampilan menyelesaikan masalah. Stres dalam tingkat ini tentu bukan bagian
dari rasa tertekan yang mendalam yang bisa mengganggu perkembangannya
2) Dampak negatif
Stress
pada anak yang dibiarkan berlanjut dan berkepanjangan bisa menyebabkan dampak
yang membahayakan. Dalam jangka pendek, dampak negatif stres ialah mengacaukan
dan merusak emosi anak
yang ditandai dengan gampang marah, sulit berkonsentrasi, dan mengalami
kegelisahan. Dampak jangka panjangnya ialah bisa membuat anak
mengalami chronic sress dan depresi di masa kecil. Kedua hal
ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mental anak.
Stress
berkepanjangan membuat kualitas hidup anak begitu rentan karena stress sangat
berisiko menurunkan kekebalan tubuh (immune system) yang
bermanfaat dalam melawan penyakit dan infeksi. Stress juga bisa merusak sistem
pencernaan, menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mengacaukan dan
merusak stabilitas emosi, serta mengganggu perkembangan sel-sel otak anak.
Dampak
negatif stres pada anak begitu serius. Jika kita sebagai orang tua tidak segera
melakukan upaya pencegahan, penanganan, dan mempersiapkan kemampuan anak untuk
terlatih menghadapi stress, maka stress bisa mengubah dan merenggut keindahan
masa kecil anak.Hal ini bisa ikut mempengaruhi kemampuan dan keberhasilannya
dalam bersosialisasi dengan teman-temannya dan lingkungannya, menurunkan daya
prestasinya (di sekolah), serta kesulitan dalam mengembangkan bakat dan minatnya sebagai
salah satu faktor penting dalam proses perkembangannya dan kepribadiannya.
Contoh
dampak negatif dari stress yang dialami seorang siswa adalah timbulnya phobia
sekolah, yaitu kecemasan yang dialami anak terhadap sekolah, yang biasanya
menyebabkan anak tidak ingin masuk sekolah. Phobia sekolah tidak hanya terjadi
pada saat hari-hari pertama masuk sekolah saja. Namun, lebih sering ditemukan berupa
keengganan anak untuk masuk sekolah dengan sejuta macam alasan, anak tersebut
hampir setiap hari mengeluh tidak ingin masuk sekolah karena alasan yang tidak
jelas, seringnya mengeluhkan sakit ini-itu seperti pusing, sakit perut, sakit
maag dll. Padahal ketika dibawa ke dokter tidak ditemukan kelainan penyakit
apa-apa. Semua alasan itu adalah
bentuk tampilan fisik dari ketegangan psikis yang sedang dihadapi anak.
Phobia
sekolah disebabkan oleh rasa ketidaknyamanan di sekolah, anak merasa sekolah
menjadi aktivitas yang tidak menyenangkan (punya pengalaman buruk) misalnya
dicemooh guru dan diolok-olok teman. Tetapi phobia sekolah bisa juga
disebabkan karena ada masalah yang dialamai orangtuanya. Misalnya anak sering
mendengar dan melihat orangtuanya bertengkat, sehingga timbul tekanan emosi
yang mengakibatkan konsentrasi belajar anak terganggu
5. Upaya menanganimasalah stress sekolah yang dialami
peserta didik
Dalam
upaya menanggulangi atau menangani kondisi stress peserta didik,sekolah sebagai
institusi pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Pada hakekatnya stres sekolah tidak
dapat dihilangkan sama sekali, tetapi dapat direduksi atau diturunkan
intensitasnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi stres
yang dialami peserta didik, antara lain :
a. Menciptakan
iklim sekolah yang kondusif
Yaitu terjadinya
situasi atau suasana yang baik antara siswa, guru dan seluruh warga sekolah. iklim sekolah yang sehat
dan menyenangkan, memungkinkan
siswa dapat menjalin interaksi sosial secara memadai di lingkungan sekolah. Karena itu, sejumlah pemikir dan praktisi
dunia pendidikan kontemporer, (Seperti Hanushek, 1995; Bobbi De Porter, 2001;
Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004), menyarankan kepada pihak sekolah agar
mampu menciptakan iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan
siswa dapat menjalin interaksi social secara memadai di lingkungan sekolah. Iklim
sekolah yang sehat, disamping
dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa,juga diperlukan untuk
mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stress dalam diri siswa,yang
pada gilirannya akan mempengaruhi prestasi belajar mereka.
b. Melaksanakan
program pelatihan penanganan stress
Kondisi stress yang
dialami peserta didik disekolah dapat diatasi oleh guru dengan melaksanakan
program pelatihan inokulasi stress.Inokulasi stress merupakan salah satu
strategi atau tekhnik kognitif-perilaku dalam program-program terapi
konseling.Pendekatan kognitif-perilaku dikembangkan atas prinsip dasar bahwa
pola pemikiran manusia terbentuk melaluiproses rangkaian
stimulus-kognisi-respons (SKR), yang saling berkait dan membentuk semacam
jaringan SKR di dalam otak manusia (Oemarjoesi, 2003). Dalam rangkaian SKR ini,
proses kognitif memainkan peranan penting dan menjadi faktor penentu dalam
mempengaruhi perilaku manusia. Menurut ahli teori kognitif-perilaku, memahami
cara-cara individu menginterprestasikanperistiwa-peristiwa lingkungan sama
pentingnya dengan peristiwa itu sendiri, dan intrepretasi individu terhadap
peristiwa lingkungan tersebut mekmengaruhi cara-cara individu dalam bertindak
(Redd, dkk., 1979).
Prinsip dasar yang
memandang proses kognitif sebagai rangkaian terpadu dengan perilaku manusia tersebut,
kemudian diimplementasikan dalam program-program terapi dan konseling, sehingga
melahirkan apa yang dikenal dengan “terapi kognitif-perilaku”. Inokulasi stress
merupakan salah satu teknik atau strategi coping yang termasuk dalam kelompok
terapi kognitif-perilaku ini.
Menurut Deffenbacher
(1988), training inokulasi stress adalah suatu paradigm konseling yang sangat
menjanjikan bagi psikoedukasinal dan program prevensi. Karena training
inokulasi stress dapat diadaptasi dengan mudah untuk kelompok intervensi, maka
ia sangat cocok untuk digunakan sebagai bagian dari upaya-upaya psikologi
pendidikan yang terencana (Huebner,1988). Sementara itu, Hains dan Szyjakowski
(1990), menilai efektivitas training inokulasi stress untuk membantu remaja
laki-laki menangani stress.
Dari beberapa penemuan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa training inokulasi stress mempunyai dampak
positif bagi peningkatan kualitas hidup peserta didik. Dengan pemberian
inokulasi stress,memungkinkan peserta didik untuk untuk menghadapi situasi-situasi
yang stressfull disekolah dengan cara-cara penanganan yang lebih
rasional.Disamping itu,melalui training inokulasi stress,peserta didik juga
dapat meningkatkan ketrampilan-ketrampilan penyesuaian psikososial,hingga lebih
mampu menjalin hubungan interpersonal secara memuaskan. Dalam hal ini sangat besar peranan
seorang konselor yang bersikap proaktif dalam memberikan pelayanan pada siswa,
sehingga iswa yang mengalami stress sekolah dapat mendapat bantuan dalam
memahami masalah yang dialaminya
c. Mengembangkan
resiliensi peserta didik
Resiliensi merupakan
kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki peserta didik yang memungkinkanya
untuk menghadapi,mencegah,meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak
yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan
mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar
untuk diatasi. Peserta didik
harus bersikap aktif. Ketika dalam mengikuti pendidikan harus mendapatkan
dorongan dari diri sendiri untuk belajar.
d. Memberikan
tugas sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa dan mengkondisikan iklim da
suasana kelas yang sehat dan nyaman.
Diatas adalah hal yang
dapat dilakukan seorang guru atau instansi sekolah untuk menanggulangi tress
yang dialami siswa disekolah. Namun bagaimana cara kita sebagai seorang
individu untuk mengatasi stress yang kita alami. Berikut kami sertakan
langkah-langkah untuk mengatasi stress yang kita alami.:
1)
Kenali apa yang membuat kamu stress
2)
Lakukan riset dengan mencari informasi
dan pendapat orang lain dan kemudian cobalah kau terapkan.
3)
Rencanakan tanggapan.
4)
Jangan menunda-nunda.
Abin
Syamsuddin (2000). Psikologi
Kependidikan :
Perangkat Sistem PengajaranModul.Bandung: P.T Remaja
Rosda Karya.
Stres harus diatasi mulai dari dalam pikiran sendiri.
BalasHapusSalam....
Bahagia selamanya
Teofilus Lase