Senin, 26 Desember 2016

STRES?


Pengertian Stres Dan  Penanganannya
1.    Konsep stres di Sekolah
Sekolah mempunyai arti sangan penting bagi kehidupan dan perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya stres dikalangan peserta didik. Bahkan menurut Firman dan Cross (1987)(Desmita,288), sekolah, di samping keluarga merupakan sumber setres yang utama bagi anak. Hal ini agaknya dimengerti, sebab anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Di sekolah anak merupakan anggota dari suatu masyarakat kecil di mana terdapat tugas-tugas yang harus diselesaikan, orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka, serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka. Peristiwa-peristiwa hidup yang dialami anak sebagai anggota masyarakat kecil yang bernama sekolah ini tidak jarang menimbulkan perasaan stres dalam diri mereka.

2.    Definisi stres sekolah atau school stress
Verna,dkk9(2002)(Desmita,291) mendefinisikan school stress sebagai akibat dari tuntutan sekolah,yaitu stress siswa yang bersumber dari tuntutan sekolah.Tuntutan yang dimaksud yaitu lebih menfokuskan pada tuntutan tugas-tugas sekolah dan tuntutan dari guru.
Desmita(2005,291)  mendefinisikan stress sekolah sebagai ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan disekolah,dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa,sehingga memunculkan reaksi-reaksi fisik,psikologis dan tingkah laku yang berdampak pada penyesuaian psikologis dan prestasi akademis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan stres sekolah adalah kondisi stres atau perasaan yang tidak nyaman yang dialami oleh siswa akibat adanya tuntutan sekolah yang dinilai menekan, sehingga memicu terjadinya ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan tingkah laku serta dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka.

3.    Sumber stres sekolah
Sebagai sebuah organisasi sosial yang kompleks sekolah memiliki sejumlah norma,nilaidan tuntutan yang harus dipenuhi oleh para anggotanya termasuk oleh siswa (Sergiovanni dan sterrat1993,Arends,1981)(Desmita,292). Sistem norma,nilai dan tuntutan sekolah tersebut mempunyai dampak yang besar terhadap penyesuaian akademik dan sosial siswa(Brand,dkk,2003).Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan sekolah tersebut akan memicu terjadinya stres(kiselica,dkk,1994)(Desmita,292).
Desmita(2005)mengidentifikasikan ada 4 tuntutan sekolah yang dapatmenjadi sumber stres,yaitu: :
a.    Tuntutan fisik(Physical demands)
Physical demands maksudnya adalah stress siswa yang bersumber deri lingkungan fisik sekolah. Dimensi-dimensi dari lingkungan fisik sekolah yang dapat menyebabkan terjadinya stres siswa ini meliputi: keadaan iklim ruang kelas, temperatur yang tinggi, pencahayaan dan penerangan, perlengkapan atau sarana/prasarana penunjang pendidikan, daftar pelajaran, kebersihan dan kesehatan sekolah, keamanan dan penjagaan sekolah.
b.      Tuntutan tugas (Task demands)
Tugas-tugas pelajaran merupakan aktivitas umum yang harus dilakukan oleh siswa sekolah di hampir semua negara, meskipun dengan frekuensi dan porsi penggunaan waktu yang berbeda-beda. Remaja di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, menghabiskan lebih banyak porsi waktu mereka untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan sangan sedikit waktu yang mereka gunakan untuk bersenang-senang, dibandingkan dengan remaja di America dan Eropa (Fulligni & Stevenson. 1955; Leone &Richards, 1989; Alsaker & Flammer, 1999). Bahkan hasil penelitian Verma, Sharma dan Larson (2002) menunjukkan bahwa remaja India rata-rata menghabiskan sepertiga waktu mereka untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Lebih dari setengah waktu itu tersita untuk mengerjakan tugas-tugas di sekolah atau classwork, dan selama 2 jam setiap harinya dipergunakan untuk mengerjakan tugas-tugas dirumah atau homework.
Adanya tuntutan tugas sekolah ini di satu sisi merupakan aktivitas sekolah yang sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan siswa,namun disisi lain tidak jarang tuntutan tugas tersebut menimbulkan perasaan tertekan dan kecemasan.
c.       Tuntutan peran (Role demands)
Dimensi ketiga dari stressor di sekolah adalah berhubungan dengan peran yang dipikul oleh siswa.yang disebut dengan peran adalah sekumpulan kewajiban yang diharapkan dipenuhi oleh masing-masing individu sesuai dengan posisinya.
Tuntutan peran secara tipikal berkaitan dengan harapan tingkah laku yang dikomunikasikan oleh pihak sekolah,orang tua dan masyarakat kepada siswa.harapan peran ini dapat menjadi salah satu sumber stress bagi siswa ,terutama ketika ia merasa tidak mampu memenuhi harapan-harapan peran tersebut.
d.      Tuntutan interpersonal (Interpersonal demands)
Dimensi keempat dari tuntutan sekolah yang dapat menjadi sumber stres bagi siswa adalah tuntutan interpersonal. Keberhasilan siswa menjalin hubungan dengan orang lain di sekolah banyak ditentukan oleh kompetensi interpersonal yang dimilikinya, seperti kemampuan berinisiatif membina hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional, serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal (Buhrmester, 1988)(Desmita,296).
Rice(1999)secara garis besar membedakan 2 tipologi sumber stress sekolah:
1)      Personal social stressor,adalah stress siswa yang bersumber dari diri dan lingkungan sosial. Dalam studi tentang siswa wanita yang dilakukan oleh Frazier dan Schauben, 1994 (dalam Ricw, 1999), diidentifikasi beberapa stressor yang berhubungan dengan isu-isu hubungan, yaitu ditolak, disisihkan, dicurangi teman dekat, tidak diikutsertakan, kehamilan yang tidak di kehendaki, tekanan ujian dan masalah keuangan. Sekian banyak stressor yang paling kuat adalah kematian orangtua atau teman dekat dan kehamilan yang tidak di kehendaki.
2)      Akademic stressor adalah stress siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, menyontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan bantuan beasiswa, keputusan menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan ujian dan manajemen waktu..
Stress yang dialami oleh siswa biasanya juga disebabkan oleh tekanan orang tua, tekanan guru, tekanan dari sesama siswa, dan tekanan dari diri sendiri

4.    Dampak stress sekolah
Stres sekolah mempunyai dampak terhadap kehidupan pribadi anak,baik secara fisik, psikologis maupun secara psikososial.  Ada beberapa penelitian, misalnya Firman dan Cross (1987), stres anak yang tinggi di sekolah lebih memungkinkan untuk menentang dan berbicara dibelakang guru, membuat keributan dan kelucuan didalam kelas, serta mengalami sakit kepala dan sakit perut. Demikian pula dengan Philips, 1978 (dalam Kiselica, dkk., 1994), melaporkan bahwa kecemasann sekolah yang tinggi dan rendah dalam diri anak remaja secara konsisten menimbulkan dampak yang berbeda antara perilaku adaptif dan maladaptif. Kecemasan anak yang tinggi menunjukkan lebih banyak masalah tingkah laku, tidak disukai oleh teman, konsep diri yang buruk, serta sikap terhadap sekolah dan prestasi akademis yang rendah.
Sejumlah temuan tersebut mengindikasikan bahwa tuntutan sekolah merupakan sumber stress yang memprovokasi stimuli dan menganggap bahwa anak remaja mengalami tingkat stress yang berbeda. Anak yang mengalami tingkat stress tinggi dapat menimbulkan kemunduran prestasi, perilaku, dan berbagai masalah psikososial lainya. Sedang anak yang mengalami tingkat stress sedang malah dapat meningkatkan kesadaran, kesiapan dan prestasi. Ini menunjukkan bahwa dampak stress sekolah terhadap kehidupan anak ini, tidak sepenuhnya bersifat negatif melainkan juga dapat bersifat positif.
Hal ini dapat dimengerti, sebab sebagaimana dijelaskan oleh Hans Selye dalam teorinya tentang stress, bahwa tidak semua stress bersifat negatif, melainkan stress dapat pula bersifat positif. Selye membedakan tiga bentuk stress:
a.    Distress, diasosiasikan dengan respins terhadap stress yang bersifat tidak memuaskan yang dapat merusak pada keseimbangan fungsi tubuh individu.
b.    Eustress, respons terhadap stress yang bersifat memuaskan yang dapat membangkitkan fungsi optimal tubuh, baik fungsi fisik maupun fungsi psikis.
c.    Neustress, mengacu pada respon stress individual yang bersifat netral, yang tidak member akibat nagatif maupun positif, namun menyebabkan tubuh berada pada fungsi internal yang mantap, tetap berada dalam keadaan homoestatis (Elmira, 1993, Sarafino, 1990; Branno & Fiest, 2000).
Hampir senada dengan pandangan Selye tersebut, Lazarus juga membedakan stress atas tiga tipe penilaian, yaitu:
1)   Harm-loss, mengacu pada besarnya kerusakan yang sudah terjadi, seperti ketika seseorang menjadi tidak berdaya dan merasa untuk terus merasakan rasa sakit yang sangat. Penilaian terhadap kerusakan mungkin menghasilkan kemarahan, kemuakanm ketidakpuasan, atau kesedihan.
2)   Threat, mengacu pada pengharapan atas bahaya yang akan dating. Penilaian terhadap ancaman mungkin menimbulkan kekhawatiran, kecemasan atau ketakutan.
3)   Chalenge, mengacu pada kesempatan untuk mencapai pertumbuhan, penguasaan suatu bidang, atau keuntungan dengan menggunakan lebih dari factor-faktor rutin untuk memenuhi kebutuhan. Penilaian terhadap tantangan mungkin menimbulkan kegembiraan atau antisipasi.

Mengacu pada teori di atas, dapat dipahami bahwa stress sekolah tidak sepenuhnya bendampak negatif, melainkan juga dapat bermakna positif bagi remaja, dalam artian dapat sebagai tantangan untuk mengatasinya. Stress yang bermakna positif ini tidak membahayakan, malah sebaliknya diperlukan untuk meningkatkan kualitas diri dan prestasi belajar.
Dampak stress secara umum :
1)   Dampak positif
Stres yang berdampak positif umumnya merupakan bagian yang normal dari proses belajar dalam kehidupan anak setiap hari. Misalnya, ketika anak mengikuti perlombaan tertentu, ia akan belajar arti kompetisi dalam mencapai keberhasilan. Stress yang dialami dalam kompetisi seperti ini bisa diarahkan untuk memotivasi semangat belajar, berlatih dan bekerja keras mencapai kemenangan, serta melatih kesiapan mental anak menghadapi kegagalan dan menerima kekalahan. Contoh lain, stress yang dialami anak ketika belajar bersepeda bisa dikembangkan untuk memotivasi usaha dan keinginanya agar cepat bisa. Bersepeda juga mengajarkan anak tentang teknik kecepatan dan keseimbangan, serta belajar mengenai sakit karena jatuh lalu bangkit untuk kembali belajar dari kesalahan sewaktu jatuh tadi.
Bentuk stres seperti ini memberikan stimulasi positif untuk perkembangan kemampuan dan kecerdasannya sebagai bentuk belajar menghadapi tantangan, serta melatih keterampilan menyelesaikan masalah. Stres dalam tingkat ini tentu bukan bagian dari rasa tertekan yang mendalam yang bisa mengganggu perkembangannya

2)   Dampak negatif
Stress pada anak yang dibiarkan berlanjut dan berkepanjangan bisa menyebabkan dampak yang membahayakan. Dalam jangka pendek, dampak negatif stres ialah mengacaukan dan merusak emosi anak yang ditandai dengan gampang marah, sulit berkonsentrasi, dan mengalami kegelisahan.   Dampak jangka panjangnya ialah bisa membuat anak mengalami chronic sress dan depresi di masa kecil. Kedua hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mental anak.
Stress berkepanjangan membuat kualitas hidup anak begitu rentan karena stress sangat berisiko menurunkan kekebalan tubuh (immune system) yang bermanfaat dalam melawan penyakit dan infeksi. Stress juga bisa merusak sistem pencernaan, menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mengacaukan dan merusak stabilitas emosi, serta mengganggu perkembangan sel-sel otak anak.
Dampak negatif stres pada anak begitu serius. Jika kita sebagai orang tua tidak segera melakukan upaya pencegahan, penanganan, dan mempersiapkan kemampuan anak untuk terlatih menghadapi stress, maka stress bisa mengubah dan merenggut keindahan masa kecil anak.Hal ini bisa ikut mempengaruhi kemampuan dan keberhasilannya dalam bersosialisasi dengan teman-temannya dan lingkungannya, menurunkan daya prestasinya (di sekolah), serta kesulitan dalam mengembangkan bakat dan minatnya sebagai salah satu faktor penting dalam proses perkembangannya dan kepribadiannya.
Contoh dampak negatif dari stress yang dialami seorang siswa adalah timbulnya phobia sekolah, yaitu kecemasan yang dialami anak terhadap sekolah, yang biasanya menyebabkan anak tidak ingin masuk sekolah. Phobia sekolah tidak hanya terjadi pada saat hari-hari pertama masuk sekolah saja. Namun, lebih sering ditemukan berupa keengganan anak untuk masuk sekolah dengan sejuta macam alasan, anak tersebut hampir setiap hari mengeluh tidak ingin masuk sekolah karena alasan yang tidak jelas, seringnya mengeluhkan sakit ini-itu seperti pusing, sakit perut, sakit maag dll. Padahal ketika dibawa ke dokter tidak ditemukan kelainan penyakit apa-apa. Semua alasan itu adalah bentuk tampilan fisik dari ketegangan psikis yang sedang dihadapi anak.
Phobia sekolah disebabkan oleh rasa ketidaknyamanan di sekolah, anak merasa sekolah menjadi aktivitas yang tidak menyenangkan (punya pengalaman buruk) misalnya dicemooh guru dan diolok-olok teman. Tetapi phobia sekolah bisa juga disebabkan karena ada masalah yang dialamai orangtuanya. Misalnya anak sering mendengar dan melihat orangtuanya bertengkat, sehingga timbul tekanan emosi yang mengakibatkan konsentrasi belajar anak terganggu

5.    Upaya menanganimasalah stress sekolah yang dialami peserta didik
Dalam upaya menanggulangi atau menangani kondisi stress peserta didik,sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai peran yang sangat penting. Pada hakekatnya stres sekolah tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi dapat direduksi atau diturunkan intensitasnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi stres yang dialami peserta didik, antara lain :
a.    Menciptakan iklim sekolah yang kondusif
Yaitu terjadinya situasi atau suasana yang baik antara siswa, guru dan seluruh warga sekolah. iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan,  memungkinkan siswa dapat menjalin interaksi sosial secara memadai di lingkungan sekolah. Karena itu, sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan kontemporer, (Seperti Hanushek, 1995; Bobbi De Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004), menyarankan kepada pihak sekolah agar mampu menciptakan iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan siswa dapat menjalin interaksi social secara memadai di lingkungan sekolah. Iklim sekolah yang sehat, disamping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa,juga diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stress dalam diri siswa,yang pada gilirannya akan mempengaruhi prestasi belajar mereka.

b.    Melaksanakan program pelatihan penanganan stress
Kondisi stress yang dialami peserta didik disekolah dapat diatasi oleh guru dengan melaksanakan program pelatihan inokulasi stress.Inokulasi stress merupakan salah satu strategi atau tekhnik kognitif-perilaku dalam program-program terapi konseling.Pendekatan kognitif-perilaku dikembangkan atas prinsip dasar bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melaluiproses rangkaian stimulus-kognisi-respons (SKR), yang saling berkait dan membentuk semacam jaringan SKR di dalam otak manusia (Oemarjoesi, 2003). Dalam rangkaian SKR ini, proses kognitif memainkan peranan penting dan menjadi faktor penentu dalam mempengaruhi perilaku manusia. Menurut ahli teori kognitif-perilaku, memahami cara-cara individu menginterprestasikanperistiwa-peristiwa lingkungan sama pentingnya dengan peristiwa itu sendiri, dan intrepretasi individu terhadap peristiwa lingkungan tersebut mekmengaruhi cara-cara individu dalam bertindak (Redd, dkk., 1979).
Prinsip dasar yang memandang proses kognitif sebagai rangkaian terpadu dengan perilaku manusia tersebut, kemudian diimplementasikan dalam program-program terapi dan konseling, sehingga melahirkan apa yang dikenal dengan “terapi kognitif-perilaku”. Inokulasi stress merupakan salah satu teknik atau strategi coping yang termasuk dalam kelompok terapi kognitif-perilaku ini.
Menurut Deffenbacher (1988), training inokulasi stress adalah suatu paradigm konseling yang sangat menjanjikan bagi psikoedukasinal dan program prevensi. Karena training inokulasi stress dapat diadaptasi dengan mudah untuk kelompok intervensi, maka ia sangat cocok untuk digunakan sebagai bagian dari upaya-upaya psikologi pendidikan yang terencana (Huebner,1988). Sementara itu, Hains dan Szyjakowski (1990), menilai efektivitas training inokulasi stress untuk membantu remaja laki-laki menangani stress.
Dari beberapa penemuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa training inokulasi stress mempunyai dampak positif bagi peningkatan kualitas hidup peserta didik. Dengan pemberian inokulasi stress,memungkinkan peserta didik untuk untuk menghadapi situasi-situasi yang stressfull disekolah dengan cara-cara penanganan yang lebih rasional.Disamping itu,melalui training inokulasi stress,peserta didik juga dapat meningkatkan ketrampilan-ketrampilan penyesuaian psikososial,hingga lebih mampu menjalin hubungan interpersonal secara memuaskan. Dalam hal ini sangat besar peranan seorang konselor yang bersikap proaktif dalam memberikan pelayanan pada siswa, sehingga iswa yang mengalami stress sekolah dapat mendapat bantuan dalam memahami masalah yang dialaminya

c.    Mengembangkan resiliensi peserta didik
Resiliensi merupakan kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki peserta didik yang memungkinkanya untuk menghadapi,mencegah,meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Peserta didik harus bersikap aktif. Ketika dalam mengikuti pendidikan harus mendapatkan dorongan dari diri sendiri untuk belajar.

d.   Memberikan tugas sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa dan mengkondisikan iklim da suasana kelas yang sehat dan nyaman.
Diatas adalah hal yang dapat dilakukan seorang guru atau instansi sekolah untuk menanggulangi tress yang dialami siswa disekolah. Namun bagaimana cara kita sebagai seorang individu untuk mengatasi stress yang kita alami. Berikut kami sertakan langkah-langkah untuk mengatasi stress yang kita alami.:
1)   Kenali apa yang membuat kamu stress
2)   Lakukan riset dengan mencari informasi dan pendapat orang lain dan kemudian cobalah kau terapkan.
3)   Rencanakan tanggapan.
4)   Jangan menunda-nunda.

Abin Syamsuddin (2000). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem PengajaranModul.Bandung: P.T Remaja Rosda Karya.

1 komentar: