Otak, Neuroplastisitas dan Hidup
Kita
Kita hidup di dunia yang tak
selalu sesuai dengan keinginan kita. Ketika keinginan dan harapan kita rontok
di depan mata, kita mengalami krisis hidup. Ketika krisis berulang kali
terjadi, kita pun lalu merasa putus asa. Kita mengira, bahwa hidup ini tidak
bermakna,dan tidak layak untuk dijalani.
Padahal, jika dipikirkan lebih
dalam, hidup adalah kemungkinan tanpa batas. Orang bisa melakukan apapun,
selama ia memiliki komitmen untuk bekerja dan berpikir, guna mewujudkan harapan
serta keinginannya. Salah satu kemampuan penting untuk mencapai cara berpikir
ini sudah selalu terletak di otak kita sendiri. Rasa putus asa dan patah arang
sebenarnya tidak perlu terjadi.
Penelitian-penelitian terbaru
dengan otak dan kesadaran yang dikembangkan di dalam filsafat dan neurosains
(Begley, Davidson, Schwar , Hüther) menunjukkan satu hal, bahwa perubahan di
dalam diri manusia itu adalah sesuatu yang mungkin. Ini bukan hanya sekedar
perubahan cara berpikir, tetapi juga termasuk perubahan struktur biologis otak
manusia itu sendiri. Di dalam berbagai wacana ilmiah, hal ini dikenal sebagai
neuroplastisitas (Neuroplastizität),
yakni kemampuan otak untuk terus berubah, sepanjang hidup manusia. Otak
bukanlah mesin biologis tak bernyawa, melainkan sebuah sistem biologis yang
bisa terus berubah dan berkembang.
Neuroplastisitas
Neuroplastisitas adalah kemampuan
otak manusia untuk mengubah beragam jaringan saraf dan sel yang ada di
dalamnya. Ini bisa terjadi sepanjang hidup manusia. Dulu, para ilmuwan dan
filsuf mengira, bahwa otak hanya bisa berubah, ketika orang masih berusia muda.
Orang dewasa sudah memiliki pola jaringan otak yang tetap
dan tak akan bisa diubah, apalagi jika ia sudah berusia senja.
Setelah melalui beragam penelitian
yang panjang dan berulang, pandangan ini pun dipatahkan. Dengan melakukan
beberapa tindakan tertentu, atau mengubah pola hidup secara keseluruhan,
struktur otak seseorang bisa berubah. Bahkan, orang-orang yang telah mengalami
luka di otaknya, misalnya telah mengalami stroke atau memiliki semacam penyakit
di otaknya, juga bisa mengubah struktur otaknya. Ia tidak hanya bisa menjadi
sembuh, tetapi juga bisa meningkatkan kinerja otaknya.
Dengan latihan yang sistematis,
otak bisa menjadi sehat kembali, walaupun ia telah mengalami luka sebelumnya.
Struktur otak kita, dan fungsi serta kinerjanya, amat tergantung dari bagaimana
kita menggunakan otak kita di dalam berpikir. Jika kita bermalas-malasan
sepanjang hari, maka jaringan sel saraf di otak juga akan membentuk pola hubungan
tertentu. Sebaliknya, jika kita rajin belajar sesuatu yang baru, jaringan saraf
di otak kita akan menebal, dan kinerja serta kesehatannya pun juga akan
membaik.
Mengapa Ini Penting?
Hasil penelitian ini amat penting
untuk hidup manusia, karena memberi kita harapan nyata, bahwa hidup kita bisa
berubah. Krisis tidak selamanya bertahan. Luka dan sakit bisa disembuhkan, asal
kita mau bekerja keras. Nasihat-nasihat semacam ini sekarang bukan sekedar
himbauan belaka, tetapi didukung oleh ratusan hasil penelitian yang dilakukan
oleh berbagai ilmuwan bermutu di seluruh dunia.
Pola pikir kita menentukan
struktur otak kita, sekaligus kesehatannya. Jika kita rutin berpikir tentang
hal-hal yang menyakitkan kita, maka otak kita akan terbentuk dengan mengikuti
pola negatif semacam ini. Otak kita akan membentuk jaringan saraf dengan pola
ini, dan ini akan juga mempengaruhi kepribadian secara mutu hidup kita secara
keseluruhan. Kebiasaan kita akan membentuk otak kita, dan keduanya akan
mempengaruhi mutu hidup kita.
Ketika orang mengalami depresi, ia
hidup dengan satu pola pikir, bahwa hidupnya dipenuhi penderitaan, dan semuanya
terasa tidak bermakna. Dengan pola pikir semacam ini, ia tidak dapat bekerja,
berkonsentrasi dan juga tidak dapat mempertahankan hubungan sosial dengan teman
maupun keluarganya. Jika cara berpikir semacam ini dipertahankan, maka struktur
otak dan kesadarannya pun akan mengambil pola ini.
Di dalam wacana ilmiah, ini
disebut sebagai pikiran sirkuler (zirkuläres
Denken), atau pikiran berulang. Artinya, pikiran kita mengulang pola yang
sama terus menerus, sehingga ia membentuk struktur otak dan kepribadian kita
secara umum. Namun, ini bukanlah keadaan yang tetap. Ia dapat diubah, asal
orang mau belajar untuk membentuk pola berpikir baru yang nantinya akan
mempengaruhi struktur otak serta kepribadiannya.
Mengubah pola pikir tentu bukan
proses yang mudah. Dibutuhkan usaha serta movitasi yang kuat. Dukungan dari
lingkungan sekitar pun juga amat penting. Namun, proses ini tentu amat layak
diperjuangkan, karena ini dapat meningkatkan mutu hidup kita, dan juga bisa
membantu orang lain yang terjebak pada pola pikir yang mengundang penderitaan.
Ada dua metode yang kiranya bisa diterapkan.
Beberapa Metode
Metode pertama untuk mengubah pola
pikir kita adalah dengan hidup dalam kesadaran (Achtsamkeit). Ini berarti, kita hidup saat demi saat dengan
kepenuhan serta kesadaran. Ketika kita makan, kita sepenuhnya makan. Ketika
kita berjalan, kita sepenuhnya berjalan. Dimana tubuh kita berada, disitu
pikiran kita berada.
Metode kedua adalah apa yang di
dalam filsafat Timur disebut sebagai meditasi. Meditasi berarti melihat
kenyataan apa adanya, tanpa ditambahi dengan analisis, konsep dan penilaian
dari kita. Meditasi juga berarti mencerap kenyataan disini dan saat ini apa adanya.
Ketika kita hidup dalam pola meditatif ini, otak kita akan tenang, jernih dan
sehat, sehingga bisa digunakan untuk apapun.
Inti dari kedua metode ini
sebenarnya sama, yakni kembali ke saat ini (das
ewige Je t). Sekarang adalah satu-satunya waktu yang kita punya. Disini
adalah satu-satunya tempat yang bisa kita tempati. Dengan hidup sepenuhnya
disini dan saat ini, orang bisa membentuk pola berpikir baru yang menciptakan
kesehatan dan kejernihan bagi struktur otaknya, sekaligus meningkatkan mutu hidupnya
secara keseluruhan.
Ketinggalan
Ini sebenarnya bukan ide baru.
Filsafat Timur yang berkembang di India, Cina, Jepang, Korea, Srilangka,
Thailand dan kemudian menyebar ke Indonesia sudah mengetahui dan menerapkan hal
ini selama berabad-abad. Fokus utama filsafat Timur adalah memahami hakekat
pikiran manusia, yang juga berarti cara kerja otaknya, dan mendorongnya untuk
mencapai hidup yang penuh dan bahagia. Dari tradisi semacam ini, Yoga dan Zen
berkembang, serta menyebar ke seluruh dunia sekarang ini.
Tentang kaitan antara otak,
kesadaran, pikiran dan kebahagiaan manusia, filsafat Timur juga jauh melampaui
ilmu pengetahuan dan filsafat Barat. Hal yang sama juga terjadi di bidang
kesehatan mental. Para Yogi, Ajahn dan Zen Master di berbagai negara Asia telah
berhasil menemukan cara untuk membangun hidup yang bermutu dan sehat, sehingga
lalu tidak hanya bisa menolong orang lain, tetapi juga semua mahluk yang ada di
alam semesta. Penelitian terbaru terkait dengan otak dan neuroplastisitas hanya
menegaskan ulang apa yang telah diketahui dan diterapkan oleh para master di
dalam filsafat Timur selama ribuan tahun.
Lepas dari pada itu, kita bisa
yakin akan satu hal, bahwa keadaan hidup kita sekarang ini bukanlah titik
final. Semua bisa diubah, asal kita memiliki motivasi dan berusaha. Ada beragam
metode yang bisa membantu. Namun, semuanya kembali ke satu dorongan dasar semua
mahluk hidup: mencapai kebahagiaan.
Wattimena, Reza. 2016. Tentang manusia, Dari pikiran, pemahaman,
sampai dengan perdamaian dunia. Yogyakarta: Maharasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar