Senin, 26 Desember 2016

KASUS GEOPOLITIK INDONESIA


Contoh dari Permasalahan geopolitik Indonesia


v  Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan

Kronologi sengketa

Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur meminta agar pembangunan di sana dihentikan terlebih dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.

Keputusan Mahkamah Internasional

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

v  Proses reklamasi teluk Jakarta ‘dihentikan sementara’
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa pihaknya menginginkan proses reklamasi dihentikan sampai mereka dapat memastikan bahwa ketentuan-ketentuan pelaksanaan reklamasi sesuai peraturan perundang-undangan dipenuhi.
Pernyataan ini dia sampaikan dalam konferensi pers, Jumat (15/4). Dia mengatakan bahwa ini adalah penegasan atas hasil rapatnya dengan Komisi IV DPR pada Rabu (13/4).
"Reklamasi boleh dan sah-sah saja, tapi ini, proses penimbunan pantai di pesisir dan wilayah laut untuk tujuan pembangunan tertentu, ini mengubah tatanan ekosistem sehingga harus dilakukan prosedur," kata Susi.
Menurut Susi, mulai Senin nanti, kementeriannya bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemprov DKI Jakarta akan "duduk bersama" dalam memastikan "kepentingan pemerintah dan publik dinomorsatukan".
Dua kementerian tersebut, kata Susi, akan memastikan reklamasi tidak merusak atau mendegradasi kawasan sehingga mengubah kualitas lingkungan menjadi lebih buruk.
Susi memastikan bahwa kewenangan reklamasi ada di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meski begitu dalam pelaksanaannya, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus memberikan rekomendasi dan "tetap butuh perda".
Menteri Susi mengakui bahwa dalam reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta ini sudah berjalan meski tanpa rekomendasi KKP dan tanpa keberadaan perda zonasi.
"Karena tidak tertatanya pengelolaan pesisir saat ini, masyarakat ini tidak punya akses ke pantai secara gratis dan nyaman, semua pantai sudah dikapling milik orang atau korporasi, ini yang harus ditata atau dijadikan ketentuan yang dipenuhi sebelum melanjutkan pembangunan pulau-pulau tersebut, kalau nggak gimana aksesnya masyarakat ke pantai. Belum lagi para nelayan," ujar Susi.
Susi menyatakan bahwa pengembang seharusnya terlebih dahulu menyediakan fasilitas publik dan memberi kompensasi pada pemangku kepentingan - pemerintah, rakyat, dan nelayan - seperti mendalami arus sungai, membangun pembuangan air terintegrasi, sebelum mulai reklamasi.
"Semestinya dengan (luas) 5.100 hektare pulau (hasil reklamasi), pemerintah juga harus dapat kompensasi public facility atau akses, misalnya 40%. Ini yang harus kita kawal," ujarnya.
Ketika ditanya kenapa baru sekarang KKP 'turun tangan' mengajak koordinasi dalam kasus reklamasi, meski penolakan sudah berlangsung sejak lama, Susi mengatakan, "Kalau saya sudah bicara waktu rapat dengan Menko Perekonomian, itu tahun lalu, saya sudah bicara, watershed dibangun di mana? Bendungan kapan dibangun? Masyarakat nelayan dikemanakan? Pengambilan pasirnya dari mana? Saya sudah bicara setahun yang lalu. Akan tetapi tidak ada yang dengar. Waktu di kantor itu semua diam mendengarkan, tapi tidak ada yang melaksanakan."
Saat ditanya lebih lanjut siapa yang seharusnya melaksanakan, Susi menjawab, "Mestinya Pemprov DKI. Ada mereka di rapat, ada Pemprov DKI, Pemprov Jawa Barat, Pemprov Banten."
Namun dalam konferensi pers ini, Susi juga menegaskan bahwa meski proyek reklamasi dihentikan sementara, proyek ini tetap akan berlanjut asalkan aturan-aturan prosedural dan pemenuhan hak publik serta pemerintah terhadap wilayah hasil reklamasi terpenuhi.
Menurut Menteri KKP Susi Pudjiastuti, kementeriannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemprov DKI Jakarta akan duduk bersama untuk memastikan peraturan atau prosedur reklamasi dipenuhi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Dalam kesempatan terpisah, kepada wartawan di Balai Kota, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Kamis (15/4) mengatakan tak keberatan apabila proyek reklamasi tidak dilanjutkan.
"Sekarang Ibu Susi berani tidak batalkan reklamasi? Makanya kita tunggu saja, aku mah nurut-nurut aja," kata Ahok.
Selain itu, pada Jumat (15/4), pada wartawan, Ahok juga mengatakan pernah bertemu dan membahas soal reklamasi dengan Presiden Jokowi yang, Ahok mengklaim, "mendukung" proyek tersebut dan berpesan agar proyek tak merusak lingkungan.
"Saya kira secara prinsip presiden pernah jadi gubernur. Bagi presiden reklamasi tidak ada yang salah. Seluruh dunia ada reklamasi," kata Ahok.

v  Dinasti Ratu Atut Chosiyah

http://assets.kompas.com/data/photo/2013/12/18/0726558dinasti-atut780x390.jpg


Awal kekuasaan
Pemberhentian sementara Djoko jadi titik awal kekuasaan Wakil Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di Banten. Atut langsung dilantik jadi Pelaksana Tugas Gubernur Banten.Sejak hari pertama Djoko diberhentikan, Atut menggantikan tugas-tugas gubernur. Saat itu, Atut mengatakan, ia akan melanjutkan program yang baik, termasuk pemberantasan korupsi. ”Saya akan mendukung kelancaran penanganan kasus korupsi di Banten. Siapa pun yang terbukti melakukan penyelewengan, akan kami serahkan kepada penegak hukum,” katanya.
Saat Pilkada Banten 2006, Atut mencalonkan diri sebagai gubernur Banten. Atut yang berpasangan dengan M Masduki memenangi Pilkada Banten. Keduanya menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2007-2012.
Sejak menjadi orang nomor satu di Banten itulah, satu per satu anggota keluarga besar Atut masuk ke politik praktis. Diawali kemunculan Airin Rachmi Diany, adik ipar Atut, dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008. Istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (adik Atut) itu jadi calon wakil bupati mendampingi Jazuli Juwaini dari PKS. Namun, pasangan ini dikalahkan pasangan petahana, Ismet Iskandar-Rano Karno.
Tahun yang sama, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju sebagai calon wakil wali kota Serang berpasangan dengan Bunyamin (mantan Bupati Serang) dan menang. Kurang dari tiga tahun berkuasa, 1 Maret 2011, Bunyamin meninggal dunia. Jaman lalu diangkat menjadi Wali Kota Serang. Saat Pilkada Kota Serang 2013, ia kembali mencalonkan diri dan menang.
Tahun 2010, adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, mengikuti Pilkada Kabupaten Serang. Ia terpilih jadi Wakil Bupati Serang 2010-2015 mendampingi Taufik Nuriman.
Airin yang gagal di Pilkada Kabupaten Tangerang coba peruntungan di Pilkada Kota Tangerang Selatan 2010. Airin yang berpasangan dengan Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan 2011-2015.
Ibu tiri Atut, Heryani, juga tak ketinggalan. Ia terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang pada Pilkada 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Pada tahun yang sama, Atut kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Banten didampingi Rano Karno. Untuk kedua kalinya, Atut terpilih sebagai Gubernur Banten.

Di luar eksekutif
Tak hanya jabatan di pemerintahan, sejumlah jabatan di lembaga legislatif juga dirambah. Pada Pemilu 2009, suami Atut, Hikmat Tomet, terpilih sebagai anggota DPR. Anak pertama mereka, Andika Hazrumy, jadi anggota DPD perwakilan Banten. Adde Rosi Khairunnisa, menantu Atut (istri Andika), jadi anggota DPRD Kota Serang.
Jabatan di sejumlah lembaga dan organisasi kemasyarakatan juga dikuasai. Hikmat (meninggal karena stroke pada 9 November 2013) jadi Ketua Dewan Kerajinan Nasional Provinsi Banten 2012-2017. Andika memimpin Karang Taruna Banten, Taruna Siaga Bencana, serta Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso Banten. Adde jadi Ketua PMI Kota Serang serta Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Banten.
Sejak 2007 hingga sekarang, Atut jadi Ketua Umum PMI Banten. Sementara Wawan, adiknya, merupakan Ketua Kadin Provinsi Banten.
Keluarga Atut juga menguasai Partai Golkar. Hampir semua kerabat dekatnya yang menjadi pimpinan daerah diusung Partai Golkar. Begitu pula kerabat yang menjadi anggota lembaga legislatif, diusung partai berlambang beringin warisan Orde Baru ini.
Juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur Ikhsan, menjelaskan, keluarga Atut merupakan keluarga besar. Banyak anggota keluarga yang tertarik terjun ke politik praktis sehingga sulit mengurai motivasi mereka menguasai jabatan publik. Tiap-tiap anggota keluarga memiliki kemandirian sehingga punya pertimbangan sendiri ketika terjun ke politik praktis.

Tepat delapan tahun
Setelah delapan tahun berkuasa, keluarga Atut tersandung kasus hukum dan mulai goyah. Wawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena disangka menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, 2 Oktober silam. Sehari kemudian, Atut dicegah ke luar negeri.
Pada 11 Oktober 2013, tepat delapan tahun berkuasa di Banten, Atut diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak. Delapan tahun lalu, Atut penuh mendukung pemberantasan korupsi di Banten. Kemarin, KPK menetapkan Atut sebagai tersangka. Siklus tengah berjalan tampaknya. Delapan tahun rentangnya.
Dinasti Banten dan Kegagalan Otonomi 08 Oktober 2013 08:49:49 Diperbarui: 24 Juni 2015 06:50:50 Dibaca : 1,097 Komentar : 3 Nilai : 2 Belakangan ini santer diberitakan mengenai mulai goyahnya dinasti kekuasaan Ratu Atut di wilayah Banten. Keberanian KPK untuk mulai mengusik dinasti Banten ini sebagian dipuji sebagian lagi masih sangsi dengan berbagai alasan terutama bila dikaitkan dengan masalah politis. Namun walaupun terkesan telat karena dinasti ini sudah berkuasa bertahun-tahun upaya KPK ini sebenarnya merupakan salah satu show untuk mempertunjukkan bahwa sebenarya bukan di Banten saja dinasti dan kebobrokan terjadi, namun di hampir sebagian besar pemerintahan daerah siapapun dan dari parpol manapun kepala daerahnya. Sistem otonomi daerah yang dulu begitu diagung-agungkan oleh para pembuat kebijakan dan pengamat politik dengan maksud mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat justru sekarang berbalik menghancurkan kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan rata-rata komposisi belanja daerah yang lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai (70%) dibandingkan belanja modal (30%), maka jangan berharap kesejahteraan rakyat didaerah bisa meningkat. Apa yang diharapkan dari 30% anggaran untuk belanja modal? Mau membangun apa? Celakanya, dari 30% inipun masih dikorupsi juga. Dengan kondisi belanja pegawai yang tinggi, menjadi lahan subur bagi praktek-praktek korupsi yang dilakukan pejabat dan aparat pemerintahan melalui mark-up kegiatan/program, perjalanan dinas, pelatihan dan bentuk-bentuk belanja yang tidak terkait langsung dengan peningkatan fasilitas yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Makanya tidak aneh jika sekarang seorang pejabat yang walaupun sudah 2 periode (10 tahun) memimpin tetapi tidak meninggalkan jejak apa-apa yang telah dibangun dan dinikmati oleh warganya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dari awal perancangan anggaran, pemerintah daerah dan anggota dewan sudah berselingkuh dan melakukan praktik ijon dan tukar guling kepentingan terutama terjadi pada dinas-dinas yang “basah-kuyup” dan menjadi sapi perah bagi kepentingan pejabat dan parpol seperti dinas pendidikan, dinas bina marga, kesehatan dll. Padahal seharusnya kalau senatornya bersih, jika melihat komposisi anggaran yang diajukan pemerintah daerah tidak pro-rakyat, maka seharusnya sudah mentah-mentah ditolak. Sayangnya senator daerah ini bukanlah malaikat, mereka hanyalah manusia biasa yang pada saat-saat tertentu terkadang sulit membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Praktik kongkalingkong pejabat dan anggota dewan dengan calo-calo pengusaha pencari rente untuk mengatur aliran dana dan proyek ini yang disinyalir dilakukan di Banten pasti dilakukan di daerah lain karena inilah trade mark otonomi daerah. Ironisnya kegagalan sistem ini lagi-lagi harus ditanggung oleh rakyat. Rakyat yang terus dibebani oleh berbagai macam kenaikan yang dibuat melalui kebijakan daerah (seperti PBB) maupun pemerintah pusat (listrik, BBM dll) untuk menutupi defisit hanya karena meningkatnya anggaran yang justru lebih disebabkan oleh inefisiensi penggunaan dan distribusi anggaran. Kita jarang mendengar kasus korupsi yang terjadi di daerah berhasil diungkap dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum di luar KPK seperti kejaksaan, kepolisian atau dari hasil pemeriksaan BPK. Kita hanya berharap ini terjadi karena para penegak hukum dan pemeriksa tidak sedang berkonspirasi menutup kasus yang ada walaupun kabar-kabar burung dan selentingan menyebutkan bahwa korupsi ini memang ada tetapi setelah deal dengan aparat dan pemeriksa, maka kasus ini pun menguap dan selesai. Sehingga wajar bila masyarakat menumbuhkan begitu besar harapan kepada KPK untuk mengungkap kasus korupsi di daerah.

v  Meningkatnya hutang negara Indonesia terhadap luar negeri

Pada saat ini, perkembangan hutang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami peningkatan. Data dari Bank Indonesia menyebutkan bahwa pada Januari 2015 hutang luar negeri Indonesia mencapai 298,6 miliar dollar Amerika Serikat. Porsi ini naik 2,05 persen dibandingkan hutang luar negeri Indonesia di bulan Desember 2014 sebesar 292,6 miliar dollar Amerika Serikat. Secara keseluruhan hutang luar negeri Indonesia tumbuh 10,1 persen dibanding periode yang sama di tahun 2014. Dalam hal ini hutang swasta menyumbang porsi terbesar dari total hutang luar negeri Indonesia di januari 2015 dengan 162,9 miliar dollar Amerika Serikat atau 54,6 persen. Rincian penyumbang terbesar hutang swasta pada Januari 2015 berasal dari sektor keuangan sebesar 47,2 miliar dollar Amerika Serikat, industri pengolahan32,2 miliar dollar Amerika Serikat, pertambangan 26,4 miliar, serta listrik, gas dan air bersih sebesar 19,2 miliar dollar Amerika Serikat.
Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan hutang luar negeri Indonesia meningkat. Dengan peningkatan hutang luar negeri tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sangat tergantung pada utang luar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan anggaran belanja yang deficit, atau anggaran belanja yang tidak seimbang. Defisit berati tingkat pengeluaran lebih besar dari pada tingkat pendapatan. Hal ini mengakibatkan bahwa Indonesia kekurangan modal. Dalam hal ini modal (dana) berguna sebagai modal pembangunan. Untuk menutupi anggaran belanja yang tidak seimbang tersebut Indonesia melakukan hutang luar negeri.
Hutang luar negeri merupakan suatu sarana yang baik untuk meningkatkan roda perekonomian nasional, karena dengan hutang luar negeri yang setabil dan sehat maka roda perekonomian juga akan berjalan dengan baik. Hal ini di dukung juga dengan semakin banyaknya aktifitas sektor produksi baik pemerintah ataupun swasta dengan adanya bantua dana dari luar negeri tersebut. Namun, jika hutang luar negeri yang tak terkendali maka akan membawa dampak yag kurang baik dengan stabilitas perekonomian nasional kedepannya.
Fakta Utang Luar Negeri Indonesia
Faktanya di Indonesia Utang luar negeri digunakan untuk untuk kegiatan yang tidak produktif, digunakan untuk menutup hutang di Negara lain. Bukan digunakan untuk kegiatan yang dapat menuai hasil seperti untuk biaya pelatihan tenaga kerja, modal pembelian alat-alat yang produktif dan modal untuk produksi komoditi Indonesia. Selain itu Hutang di Indonesia juga kurang dikelola dengan baik. Hal ini berhubungan dengan manajemen keuangan atau pengalokasian dana yang salah. Pengalokasian dana yang salah ini berkaitan dengan para pejabat atau para petinggi Negara yang melakukan tindakan “ngawur” dalam alokasi hutang. Alih-alih hutang digunakan untuk modal pembangunan, ternyata hanya sebagai kedok belaka. Dana hutang luar negeri malah digunakan untuk kepentingan pribadinya masing-masing.Hal ini yang membuat hutang menjadi beban Negara kedepannya.
Solusi atau masalah Baru?
Hutang luar negeri akan berdampak positif bagi perekonomian, jika di alokasikan dan dikelola dengan baik, dan sebaliknya akan berdampak buruk bagi perekonomian jika tidak dikelola dengan baik. Berkaca dari permasalahan di Indonesia, Hutang luar negeri tidak dialokasikan dengan baik Akhir-akhir ini juga, Indonesia mengalami kasus korupsi yang besar-besaran sehingga menimbulkan masalah yang cukup rumit dan mengakibatkan negara mengalami kerugian yang sangat besar. Kasus-kasus korupsi yang terjadi ini mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin lambat dan mengakibatkan terkendalanya pembangunan ekonomi. Sehingga dana-dana luar negri yang didapatkan Indonesia tersebut menjadi salah sasaran dan menjadi beban berat bagi negara. Hal ini mengakibatkan tidak tercapainya fungsi dan tujuan utama dari Utang Luar Negeri tersebut.

Utang luar negeri Indonesia malah menjadi beban dan masalah baru bagi perekonomian. Dengan adanya aliran dana yang terhambat mengakibatkan sektor-sektor yang yang pembiayaannya berasal dari utang luar negeri akan terpuruk dan tidak berjalan dengan semestinya. Seperti sektor keuangan Negara, sistem anggaran belanja Indonesia adalah deficit atau anggaran belanja yang tidak seimbang, dengan terhambatnya aliran modal mengakibatkan belanja Negara serta pembiayaan lain menjadi terhambat. Gaji pegawai yang termasuk dalam anggaran belanja Negara akan terhambat, banyak pegawai yang tidak digaji. Ketika pegawai tidak mempunyai pendapatan akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Ketika daya beli masyarakat menurun mengakibatkan harga-harga barang akan rendah. Sehingga mengakibatkan para pedagang akan merugi dan gulung tikar. Sehingga dalam perekonomian tidak terjadi perputaran dana dan pendapatan, mengakibatkan pendapatan nasional akan turun. Pendapatan nasional turun mengindikasikan bahwa lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Usaha pemerintah dan Bank Indonesia dalam menangani masalah hutang luar negeri agar tidak melonjak tajam dan tidak sehat seperti yang diharapakan, maka pemerintah dan Bank Indonesia harus segera melakukan kebijakan untuk melindungi kesehatan hutang luar negeri baik hutang pemerintah maupun swasta. Hal yang bisa di lakukan yaitu mengenai pengetatan pengawasan dan pengendalian hutang pada sektor swasta yang mana pada sektor ini sering terjadi kecurangan dalam peminjaman yang kurang sehat. Kemudian pemerintah mensosialisasikan aturan tentang kehati-hatian dalam melakukan hutang luar negeri pada sektor swasta, kemudian pemerintah harus membatasi rasio swasta yang akan melakukan hutang luar negeri sesuai dengan modal yang dimilikinya. Hal lain yang perlu diperhatikan juga yaitu mengenai kemampua sektor swasta yang bersangkutan untuk membayar hutang luar negeri yang dibebankan beserta bunganya.
Disamping itu peranan lembaga penegak hukum menjadi sangat vital melihat kondisi Indonesia saat ini yang sedang dilanda korupsi besar-besaran sehinggga meberikan dampak negatif bagi negara danmenyebabkan kerugian negara hingga triliunan. Tegasnya penegak hukum dalam menindak para pelaku kejahatan sangat menentukan karena dengan adanya sifat tegas dan tidak adanya main mata dengan para petugas akan memberikan dampak yang kuat bagi para koruptor. Karena dengan banyaknya kasus korupsi yang melanda Indonesia, akan semakin menambah resiko inalokasi dana luar negri yang lebih besar lagi. Alokasi dana luar negri yang tepat akan menjadikan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Diharapkan dengan kebijakan pembatasan-pembatasan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia ini, kedepan akan bisa membuat stabilitas perekonomian Indonesia berjaan dengan baik dan semakin pesat. Hal ini perlu juga adanya kerjasama pihak swasta dan pemerintah untuk sejalan dengan pemikiran yang ada sehingga target untuk menjaga kesehatan hutang luar negeri dapat berjalan dengan baik dan tidak membebani negara. Kedepan diharapkan pemerintahan lebih mandiri dalam menyediakan dana yang dibutuhkan pihak swasta dalam negeri agar tidak melakukan peminjaman terhadap luar negeri, jika hal itu bisa terjadi maka perekonomian dalam negeri sudah mengalami peningkatan perekonomian yang sangat baik. Karena pemenuhan akan kebutuhan modal dalam negeri dapat disediakan sendiri oleh pemerintah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar