Selasa, 27 Desember 2016

MASA KEJAYAAN NASIONAL


Masa Kejayaan Nasional
Menurut sejarah, kira-kira pada abad VII-XII, bangsa indonesia telah mendirikan kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian pada abad XIII-XVI didirikan pula kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Kedua zaman itu merupakan tonggak sejarah bangsa indonesia karena bangsa indonesia pada masa itu telah memenuhi syarat-syarat sebagai suatu bangsa yang mempunyai negara.
Menurut Mr. Muhammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400). Kedua, Negara kebangsaan zaman majapahit (1293-1525). Kedua tahap negara kebangsaan tersebut adalah negara kebangsaan lama. Ketiga, negara kebangsaan modern, yaitu negara indonesia merdeka 17 Agustus 1945
Masa Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman keturunan dari Kudungga. Raja Mulwarman menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para Brahmana mambangun Yupa itu sebagai tanda terimakasih raja yang dermawan. Masyarakat kutai yang membangun zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para brahmana.
Bentuk kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja ini tampak dalam kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian di Jawa dan Sumatera. Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai integrasi dengan wilayah yang meliputi hampir setengah bagian Indonesia dan seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang berpusat di Jawa.
Masa Kejayaan Sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat di pisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu: pertama, zaman sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga, Negara kebangsaan modern yaitu Negara Indonesia Merdeka (sekarang negara proklamasi 17 Agustus 1945).
Pada abad ke VII, berdirilah kerajaan sriwijaya di bawah kekuasaan wangsa Syailendra di Sumatera. Kerajaan yang berbahasa Melayu Kuno dan menggunakan huruf pallawa tersebut dikenal juga sebagai kerajaan maritime yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Kekuasaan Sriwijaya menguasai Selat Sunda (686), kemudian Selat Malaka (775). Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, dimana pemerintah melalui pegawai raja membentuk suatu badan yang dapat mengumpulkan hasil kerajiinan rakyat sehingga rakyat mengalami kemudahan dalam pemasarannya.
Pada zaman Sriwijaya telah didirikan universitas agama Budha yang sudah dikenal di Asia. Pelajar dari universitas ini dapat melanjutkan studi ke India, banyak guru-guru tamu yang mengajar disini dari India, seperti Dharmakitri. Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya, sebagaimana tersebut dalam perkataan “marvuat vannua Criwijaya Siddhayatra Subhiksa” (Suatu cita-cita negara yang adil dan makmur). (Kaelan, 1999: 27).
Unsur-unsur yang terdapat di dalam pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkret. Dokumen tertulis yang membuktikan terdapatnya unsur-unsur tersebut ialah prasasti-prasasti di Talaga batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Pada hakikatnya nilai-nilai budaya bangsa semasa kejayaan Sriwijaya telah menunjukkan nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut.
  1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Pada kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Budha.
  2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar di India. Telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas dan aktif.
  3. Nilai sila ketiga, sebagai negara maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara.
  4. Nilai sila keempat, Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi (Indonesia sekarang) Siam, dan Semenanjung Melayu.
Nilai sila kelima, Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
Masa Sebelum Kerajaan Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur muncullah kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X) demikian juga kerajaan Airlanga pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha , agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup berdampingan secara damai (Toyyibin, 1997 : 26). Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga teelah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa hal ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima (Toyyibin, 1997 : 28-29).
Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
Kerjaan Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab tersebut telah telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular mengarang buku Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional, yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda , namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki tuhan yang berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang ratu dan menteri-menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).
Dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat seperti Rakryan I Hino , I Sirikan, dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar