MORALITAS ITU BERBAHAYA
Ada satu
pola menarik di dalam sejarah. Para pelaku kejahatan terbesar justru adalah
orang-orang yang hidup dalam bayang-bayang moralitas. Para penguasa Persia di
masa lalu merasa bermoral tinggi, dan melakukan penaklukan ke berbagai penjuru
Timur Tengah. Para penguasa Mesir di masa lalu merasa bermoral tinggi, dan memperbudak
penduduknya sendiri untuk membangun Piramid. Orang-orang Yahudi mengaku bangsa
bermoral dan bertuhan.
Namun,
mereka yang menyalibkan Yesus, tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kekaisaran O oman Turki mengaku bermoral dan bertuhan. Namun, mereka melakukan
penaklukan berdarah ke berbagai penjuru negara Timur Tengah.
Eropa
mengaku sebagai benua yang beradab dan bertuhan. Namun, mereka memperbudak dan
menjajah begitu banyak bangsa selama kurang lebih 500 tahun. Hitler hidup dalam
panduan moral yang tinggi. Ia menjadi otak sekaligus pelaksana pembantaian
orang-orang Yahudi di masa perang dunia kedua.
Amerika
Serikat mengaku bangsa yang bermoral dan bertuhan. Namun, mereka menjadi otak
dari begitu banyak pembantaian massal di berbagai penjuru dunia di abad 20.
Kini, para teroris dengan pandangan Islam ekstrimisnya menjadi pelaku kekerasan
di berbagai penjuru dunia. Mereka juga mengaku bermoral dan bertuhan.
Mengapa
ini terjadi? Mengapa orang-orang yang mengaku bermoral, bertuhan dan beragama
justru menjadi pelaku kejahatan-kejahatan terbesar di dalam sejarah? Saya
berpendapat, bahwa sumber dari segala kejahatan ini justru lahir dari moralitas
itu sendiri. Moralitas bukanlah solusi atas kejahatan, melainkan justru akar
dari kejahatan itu sendiri.
Moralitas
Moralitas adalah pertimbangan baik
dan buruk. Apakah suatu tindakan baik? Apakah suatu tindakan buruk? Keputusan
apa yang baik untuk saya ambil? Inilah kiranya pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan moralitas.
Moralitas
itu Berbahaya
Lalu,
mengapa moralitas itu berbahaya? Moralitas, seperti saya jelaskan sebelumnya,
selalu terkait dengan baik dan buruk. Jika sebuah pertimbangan dianggap buruk
secara moral, maka orang akan menjauhinya. Jika sebuah pertimbangan dianggap
baik secara moral, maka orang akan mengikutinya.
Namun,
hidup tidak sesederhana itu. Apa yang buruk biasanya memikat. Apa yang baik
biasanya membosankan. Inilah yang sekarang ini banyak terjadi. Ketika orang
melakukan yang buruk, maka ia akan memperoleh kenikmatan sementara. Namun,
semua itu akan berakhir pada penyesalan dan penderitaan. Orang akan merasa
bersalah, karena ia telah bertindak jahat. Tindakan tersebut telah menyakiti
dirinya dan orang lain.
Orang
yang suka berbohong memang kelihatan berhasil pada awalnya. Namun, semakin
lama, jika ia terus berbohong, ia akan tenggelam di dalam kebohongannya. Ia
tidak bisa lagi membedakan kenyataan dan kebohongan yang ia bangun sendiri. Ia
pun hidup dalam penderitaan. Sebaliknya, ketika orang bertindak baik, maka ia
akan berusaha untuk mempertahankan tindakannya tersebut. Ia lalu melekat dan
terikat dengan tindakan tersebut. Ia tergantung secara emosional dengan
tindakan itu. Dalam perjalanan waktu, tindakan baik itu menghasilkan banyak
tegangan batin di dalam dirinya.
Moralitas menghasikan semacam
keterpecahan kepribadian di dalam diri manusia. Ia terbelah antara harapan
tentang dirinya sendiri, dan keadaan nyata di depan matanya tentang dirinya
sendiri. Moralitas menghasilkan semacam neurosis di dalam pikiran manusia. Ia
memiliki fungsi terbalik, yakni justru mendorong orang untuk menjadi tidak
bermoral.
Moral
dan keputusan
Sayangnya,
kita seringkali menggunakan pertimbangan moral di dalam membuat keputusan.
Pertimbangan moral, dan tindakan yang lahir darinya, selalu melahirkan
ketegangan di dalam batin. Ketegangan batin berujung pada penderitaan batin.
Banyak orang tak kuat menanggung tegangan dan penderitaan batin tersebut.
Mereka justru menjadi orang yang paling kejam.
Indonesia
mengaku sebagai negara bermoral dan beragama. Semua orang berteriak soal moral
dan agama. Namun, korupsi dan kebohongan menyelubungi dunia politik kita.
Diskriminasi dan kebencian mewarnai hidup bermasyarakat kita. Kita pun gemar
menghukum mati orang-orang yang kita anggap tak layak hidup. Ini contoh yang
amat pas untuk menggambarkan bahaya dari moralitas yang justru menghasilkan
kemunafikan dan kekejaman.
Wattimena, Reza. 2016. Tentang manusia, Dari pikiran, pemahaman,
sampai dengan perdamaian dunia. Yogyakarta: Maharasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar