A. PENGERTIAN FILSAFAT
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat
berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta
kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta
kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas
sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi
pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan
sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan
soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi
tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut
Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan
yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala
aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah dari Bahasa
Yunani philoshophia
terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia
yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang
filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan
gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat
adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu”
adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada secara mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk
segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan
dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara
sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari
prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan
bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah
dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani
Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah
Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih
terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras
menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh
para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales
(640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat
alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat
kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui
asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat
terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang
yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus
maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah
kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan
kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum
dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada
gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia
makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara
memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan
melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian,
tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
B. PENGERTIAN FILSAFAT
ILMU
Menurut The Liang Gie (1999), filsafat
ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai
segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala
segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan
campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik
dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 :
45), merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu
adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian
filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu
mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik
dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja
kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984),
mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu
suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan
tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga
seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis,
agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan
dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil
dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi
yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang
mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu,
menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa
perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya,
keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain
sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu,
dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami
kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya,
struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian
rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan
intelektualnya.
Adapun tujuan
mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20) adalah:
a.
Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara
menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
b.
Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan
ilmudi berbagai bidang sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporermsecara historis.
c.
Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non
ilmiah.
d.
Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak
ada pertentangan.
Bagi mahasiswa
dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah
1.
seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan
ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah
dengan cermat dan kritis.
2.
seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian
kebenaran ilmiah dengan tepat dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan
ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu
hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi juga persoalan yang
menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa
sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.
3.
Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa
terdapat dampak kegiatan ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu
(misalnya alat yang digunakan oleh bidang medis, teknik, komputer) dengan
masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis. Contoh dampak tersebut
misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis
dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan
terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya
ilmiah.
C. FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut
Muhmidayeli. (2011: 35) Filsafat pendidikan adalah
upaya menerapkan kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi
berbagai ragam problem kependidikan yang akan melahirkan pemikiran utuh tentang
pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam menemukan teori-teori
tentang pendidikan. Menurut John Dewey dalam Jalaluddin dan Idi (2007: 19 – 21) filsafat pendidikan merupakan suatu
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju
tabiat manusia.
Sedangkan Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany dalam Muhmidayeli.
(2011: 35), filsafat pendidikan adalah
pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang
pengalaman kemanusiaan yaang disebut dengan pendidikan.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal
atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan
merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan
masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a.
Hakikat kehidupan yang baik,
karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b.
Hakikat manusia, karena manusia
merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c.
Hakikat masyarakat, karena
pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d.
Hakikat realitas akhir, karena
semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas
yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a.
Merancang dengan bijak dan arif
untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa;
b.
Menyiapkan generasi muda dan
warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala aspeknya;
c.
Menunjukkan peranannya dalam
mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih
baik;
d.
Mendidik akhlak, perasaan seni,
dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka sikap
menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut.
Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar,
jelas, dan menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan
ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf
pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar
pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Gandhi HW (2011: 84) setelah mengkaji makna filsafat pendidikan dari berbagai ahli Ia menyatakan bahwa:
“Filsafat pendidikan tidak lain adalah penerapan upaya metodis filsafat untk
mempersoalkan konsepsi-konsepsi yang
melandasi upaya-upaya manusia di dalam membangun hidup daan kehidupannya untuk
menjadi semakin baik dan berkualitas. Sedangkan upaya-upaya
filsafat dalam mempersoalkan adalah guna
mengarahkan penyelenggaraan pendidikan pada kondisi-kondisi
etika yang diidealkan. Dalam
makna lain, filsafat pendidikan adalah flsifikasi pendidikan, baik dlm makna
teoritis konseptual maupun makna praktis-pragmatis yang
menggejala.
.
D. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN PENDIDIKAN
DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan
Hubungan filsafat ilmu dengan
pendidikan. Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaan mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011:49) Filsafat ilmu
bertujuan mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya Sebaliknya realita seperti
pengalaman pendidik menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk
mengembangkan pemikiran pendidikan. Hubungan fungsional antara filsafat ilmu
dengan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Filsafat ilmu, merupakan satu
cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pengembangan ilmu
pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2.
Filsafat ilmu, berfungsi memberi
arah bagi pengembangan teori pendidikan yang telah ada dan memilki relevansi
dengan kehidupan yang nyata.
3.
Filsafat ilmu dan pendidikan
mempunyai hubungan saling melengkapi, yang dapat bermakna bahwa realita
pendidikan dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat ilmu itu sendiri
dapat membantu realita perkembangan pendidikan.
2. Hubungan
Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan
Pandangan filsafat pendidikan sama
peranannya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan
pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang
sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat,
sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.
Filsafat pendidikan mengadakan tinjauan
yang luas mengenai realita, antara lain tentang pandangan dunia dan pandangan
hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep
tujuan dan metodologi pendidikan. Di samping itu, pengalaman pendidik dalam
menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan
dengan realita. Semuanya itu dapat digunakan oleh flsafat pendidikan sebagai
bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memngembangkan diri.
Filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan
memiliki hubungan yang sangat erat. Bagi perkembangan filsafat pendidikan,
filsafat ilmu merupakan landasan filosofis yang menjiwai pengembangan ilmu
pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat ilmu mencoba memberikan dasar
bagi pengembangan filsafat pendididkan dalam kerangka mengembangkan ilmu
pendidikan dan teori-teori pendidikan.
Selain itu, hubungan filsafat ilmu
dengan filsafat pendidikan juga dapat dimaknai bahwa filsafat ilmu mempunyai
fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan ilmu pendidikan
(pedagogic) maupun teori-teori pendidikan baik dari segi ontologi (tujuan),
epistemologi (metode), maupun axiologi (nilai).
Jika berhubungan apakah angka 1 itu bisa di materialkan...sedangkan angka 1 itu hanya ada di ide
BalasHapus