Setelah
kita mengenal dan mengetahui berbagai pendapat dari para tokoh filsuf
abad modern seperti Vico, Hegel, Marx dan Oswald Spengler, kita akan
mengenal lagi satu tokoh filsuf yang terkenal berasal dari Inggris yaitu
Arnold J. Toynbee. Ia adalah seorang sarjana Inggris yang dapat
menggemparkan dunia sejarah dengan karangannya yang berjudul “A Study of
History” yang terdiri 12 jilid yang tebal. Buku karangannya tersebut
diterbitkan pertama kali pada tahun 1933.
Dalam bukunya, Toynbee mengemukakan teorinya yang didasarkan atas
penelitiannya pada 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang
kurang sempurna yang ada diseluruh dunia. Misalnya, kebudayaan yang
sempurna diantaranya Yunani, Roma, Maya (Amerika Tengah), Hindu, Barat
(Eropa), Eropa Timur dan sebagainya. Sedangkan yang tidak sempurna
antara lain Eskimo, Sparta, Polynesia, Turki dan sebagainya.
Berdasarkan teori yang disampaikan dalam buku-bukunya, Arnold J. Toynbee
memberi kesimpulan yaitu dalam gerak sejarah tidak terdapat hukum
tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya
kebudayaan-kebudayaan dengan pasti (Tamburaka, 1999: 65).
1. Bentuk Pola / Irama Gerak Sejarah
Dalam
melihat dan menentukan pola / irama gerak sejarah, Arnold J. Toynbee
membandingkan perkembangan / proses sejarah dengan kebudayaan. Menurut
pandangan Toynbee, kebudayaan (civilization) adalah wujud daripada
kehidupan suatu golongan seluruhnya. Pendapat Toynbee ini serupa seperti
apa yang disebut oleh Oswald Spengler sebagai kultur dan civilization.
Menurut Toynbee, gerak sejarah melalui tingkatan-tingkatan seperti berikut:
a) Genesis of civilization (lahirnya kebudayaan)
Suatu
kebudayaan terjadi dan muncul karena adanya tantangan dan jawaban
(challenge and response) antara manusia dengan alam sekitar. Alam
sebagai tempat tinggal manusia, tidak selamanya akan memenuhi kebutuhan
manusia. Dan manusia tidak akan selamanya terlena akan kekayaan alam
yang ada tanpa harus diolah dan dilestarikan. Alam akan memberikan
tantangan kepada manusia untuk memberikan pengalaman hidup yang akan
berkembang menjadi suatu kebudayaan.
Setelah alam memberi tantangan
kepada manusia, kemudian manusia pun memberi jawaban akan tantangan alam
sehingga menimbulkan suatu kebudayaan. Dalam alam yang baik, manusia
berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan seperti India, Eropa,
Tiongkok. Alam yang memiliki kondisi alam seperti iklim yang sesuai
dengan kondisi tubuh manusia, sehingga manusia dapat melahirkan suatu
kebudayaan yang setelah itu ditumbuhkembangkan oleh manusia itu sendiri
sebagai peradaban yang dapat memberikan nilai positif bagi alam.
Akan
tetapi apabila kondisi alam yang tidak baik, manusia tidak akan bisa
mendirikan suatu kebudayaan yang nantinya menjadi sebuah peradaban.
Seperti didaerah yang terlalu dingin atau daerah yang terlalu panas
tidak dapat timbul suatu kebudayaan dikarenakan alamnya tidak
bersahabat, sehingga manusia sibuk untuk mempertahankan hidup tanpa
harus memperhatikan kebudayaan apa yang dapat mereka lahirkan dan
wariskan kepada anak cucu mereka.
b) Growth of civilization (perkembangan kebudayaan)
Dari
kondisi alam yang baik sehigga menimbulkan lahirnya kebudayaan, dalam
perkembangan suatu kebudayaan, yang merupakan kejadian yang digerakkan
oleh sebagian kecil dari pihak-pihak kebudayaan itu. Pihak-pihak
kebudayaan itu adalah suatu kelompok manusia yang menjadi sebuah
masyarakat. Suatu kelompok dalam jumlah kecil (minority) itu menciptakan
kebudayaan dari jawaban yang diberikan dan tantangan alam, kemudian
ditiru oleh sebagian besar masyarakat (mayority). Suatu kebudayaan
dikembangkan oleh minority yang kuat dan dapat menciptakan suatu
kebudayaan. Suatu kelompok nkecil (minority) yang kuat mengembangkan
kebudayaan dengan menyebarkan kebudayaan dan mempengaruhi masyarrakat
untuk meniru kebudayaan yang telah diciptakan minority.
c) Decline of civilization (keruntuhan kebudayaan)
Perkembangan
kebudayaan yang ditumbuh kembangkan oleh minority yang kuat. Apabila
minority sudah sanggup lagi untuk mempertahankan kebudayaan (lemah) dan
kehilangan daya ciptanya, maka tantangan-tantangan dari alam tidak dapat
lagi dijawab. Akibatnya apabila keadaan sudah memuncak seperti itu,
maka akan terjadi keruntuhan yang menyebabkan kehancuran kebudayaan
seakan-akan lenyap ditelan alam.
Menurut Toynbee, keruntuhan itu terjadi dalam tiga masa gelombang, yaitu:
1)
kemerosotan kebudayaan, disebabkan oleh kehilangan daya tarik minoritas
untuk menciptakan kebudayaan serta kehilangan kewibawaannya, maka
mayority tidak lagi bersedia mengikuti minoritas peraturan dalam
kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas) pecah dan tentulah
tunas-tunas hidupnya kebudayaan akan lenyap.
2) Kehancuran
kebudayaan, mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan
pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti maka seolah-olah daya
hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan yang tidak berjiwa
lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembuatan atau
kebudayaan yang sudah menjadi batu, mati dan menjadi fosil.
3)
Lenyapnya kebudayaan ialah apabila tubuh kebudayaan yang sudah menjadi
batu itu hancur lebur kemudia lenyap. (yamburuka, 1999: 66-67)
Jika
kita melihat pendapat Toynbee diatas mengenai gerak sejarah dapat
disimpulkan bahwa pada gerak sejarah menurut pandangan Toynbee adalah
bentuk hukum Fatum-Cyklus dalam wujud bentuk modern. Karena pandangan
dari Toynbee, tidak hanya memperhatikan gerak dari proses sejarah saja,
akan tetapi juga memperhatikan bagaimana awal kejadian dan kebudayaan,
kemudian berkembang dan akhirnya mundur dan hilang. Dan juga
meperhatikan waktu yang dibutuhkan kebudayaan untuk timbul, berkembang,
dan mundur. Ini dibuktikan dalam penelitian Toynbee misalnya tentang
kebudayaan Tiongkok-kuno yang menjelaskan, antara Break Down (merosot),
disintegration ( hancur), Dissolution (lenyap) suatu kebudayaan tidak
berlangsung dengan cepat yaitu terbentang masa 2000 tahun yang masa itu
disebut masa pembatuan (petrification).
2. Arah dan Tujuan Gerak Sejarah
Setelah
melihat pola gerak sejarah yang berbentuk hukum fatum-cylus dalam wujud
bentuk modern, yang pada masa breakdown (merosot) sebelum masa
disintegrasi timbul, sering terdapat suatu usaha untuk menghentikan
kehancuran. Usaha itu dipimpin oleh jiwa-jiwa besar yang bertindak
seolah-olah sebagai Al-Masih. Akan tetapi perjuangan tersebut tidak
berhasil.
Suatu
usaha yang dilakukan untuk menghentikan keruntuhan suatu kebudayaan
yang mungkin berhasil ialah penggantian dari segala norma-norma
kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan. Maka dengan penggantian itu
tampaklah bahwa arah dan tujuan gerak sejarah menurut pandangan Toynbee
ialah kehidupan ketuhanan.
Kehidupan
ketuhanan yang merupakan arah gerak sejarah, dengan tujuan untuk meraih
kesempurnaan yaitu menuju ke kerajaan Allah (menurut paham Protestan)
dengan mengetahui kehendak Allah dan wujud daripada kehendak itu dalam
sejarah agar dapat lebih mencintai Tuhan. Dan jika kita melihat dari
pandangan Ibnu Khaldun yang menentukan arah gerak sejarah yaitu ke arah
kemajuan dan kesempurnaan. Dan ketika kita hubungkan antara pandangan
Toynbee dan Ibnu Khaldun, keduanya sama-sama memiliki tujuan untuk
menuju ke arah kesempurnaan dengan apa yang menjadikan manusia lebih
baik sesuai kehendak Allah.
Akibat dari penelitian Toynbee adalah
tiada hukum yang pasti dan lingkaran-lingkaran tertentu melelui mana
haruslah bersatu. Dan Toynbee berusaha menjawab pertanyaan tentang
tujuan gerak sejarah yaitu filsuf yang benar adalah seorang sejarahwan
yang terpelajar dalam studi empiris dan yang didasarkan juga atas
keyakinan religius sejati (David Richardson, dalam Tamburata, 1999: 69)
3. Penggerak Yang Menjadi Sumber Gerak Sejarah
Dari
penjelasan diatas, dari pandangan Toynbee tentang pola gerak sejarah
dan tujuannya, jelaslah bahwa penggerak dari gerak sejarah menurut
pandangan Toynbee adalah:
a. Tuhan, sebagai pencipta dari alam dan manusia
b. Alam, yang memberikan hubungan dan jawaban kepada manusia
c. Manusia, yang bertindak sebagai pencipta kebudayaan
Tuhan
yang merupakan pencipta alam dan manusia, yang manusia mengetahui
kehendak dan wujud dari kehendak-Nya yang menjadi tujuan dari manusia
untuk menuju kehidupan ketuhanan. Tuhan yang bersemayam di kerajaan-Nya
yang berkehendak untuk menjadikan manusia menjadi sempurna dan lebih
baik. Hal ini sama dengan ajaran Jawa yaitu ”Manunggaling Kaula Gusti”,
yang menghendaki manusia untuk menjadi lebih baik untuk menjadi sempurna
dan kembali ke sisi Tuhan.
Alam
sebagai tempat tinggal manusia yang memberikan tantangan, kemudian
manusia menjawabnya dengan menciptakan suatu kebudayaan yang baik untuk
alam. Alam tidak selalu memberi kondisi yang baik, akan tetapi juga
memberikan manusia yang tidak baik, sehingga kebudayaan tidak akan
muncul.
Manusia
sebagai pencipta kebudayaan yang merupakan penggerak utama dari gerak
sejarah, karena manusialah yang menentukan arah dan tujuan dari gerak
sejarah sehingga kekuatan yang ada dalam manusia menjadi faktor dari
timbul dan tenggelamnya kebudayaan yang merupakan wujud dari gerak
sejarah. Jadi tiga penggerak ini dapat saling berhubungan menjadi unsur
dari gerak sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar