BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Perwujudan Perilaku Belajar
Perilaku belajar
merupakan hal penting dalam mengevaluasi hasil belajar siswa sebagaimana
menurut Arifin (2011:3) bahwa “pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang
berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu”.
Dengan demikian fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi
belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta
didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan. Oleh karena itu
adanya perwujudan perilaku belajar yang dapat mengarahkan peserta didik ke arah
perubahan-perubahan perilaku yang positif.
Dalam hal
memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat
atau sekurang-kurangnya terdapat titik temu di antara mereka mengenai hal-hal
prisnsipal. Akan tetapi, mengenai apa yang dipelajari siswa dan bagaimana
perwujudannya, agaknya masih tetap merupkan teka-teki yang sering menimbulkan
silang pendapat yang cukup tajam diantara para ahli itu.
Manifestasi atau
perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam
perubahan-perubahan sebagai berikut:
1). Kebiasaan;
2). Keterampilan;
3). Pengamatan;
4). Berpikir
Asosiatif dan Daya Ingat;
5). Berpikir
Rasional;
6). Sikap;
7). Inihibisi;
8). Apresiasi;
dan
9). Tingkah
Laku Efektif. (Syah, 2010: 116)
Timbulnya sikap dan kesanggupan yang
konstruptif, juga berpikir kritis dan kreatif, seperti yang dikemukakan
sebagian ahli (Syah, 2010:116).
Dari sembilan daftar
perwujudan perilaku belajar di atas, yang akan ditinjau lebih lanjut ada empat,
yaitu:
2.1.1 Kreatif
Kreatif berasal dari bahasa Inggris create
yang artinya mencipta, sedang creative mengandung pengertia memiliki
daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta
sebuah komposisi dengan warna dan nuansa baru. Malaka (2011: 67) (dalam jurnal
Supardi, 2012) mengemukakan bahwa, “Jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya
membuat hal-hal yang baru. Justru salah, karena manusia tidak pernah membuat
hal yang baru. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang
lain, manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada,
sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru.”
Upaya menjadi
kreatif berkaitan dengan antusiame dan gairah yang dikenal sebagai faktor
substansial pada tingkat puncak kerja. Akan tetapi, banyak orang yang
mengabaikan kreativitas sebab dia tidak menyadari manfaat dari kreativitas.
Istilah kreativitas atau daya cipta sering digunakan di lingkungan sekolah,
perusahaan ataupun lingkungan lainnya. Pengembangan kreativitas ini diperlukan
untuk menghadapi arus era globalisasi. Komarudin (2011:279) (dalam jurnal
Supardi, 2012) mengatakan bahwa
“kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu
produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja
gabungannya atau kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya”.
Sejalan
dengan Harris, Munandar (2002: 35) (dalam jurnal Supardi, 2012) mengungkapkan
bahwa “anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan
menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif”. Siswa kreatif biasanya cukup
mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko
daripada anak-anak pada umumnya.
2.1.2 Inovatif
Kata inovatif berasal dari kata bahasa Inggris “innovate” yang artinya memperkenalkan
sesuatu yang baru, sedangkan “innovative”
berarti bersifat memperbaharui. Kemudian kata “innovate” dan “innovative”
yang mengalami perubahan penulisan dalam bahasa Indonesia menjadi “inovatif” yaitu bersifat memperkenalkan
suatu yang baru. Menurut Suherli Kusuma
(2010:2)(dalam jurnal Irani, 2015) inovasi
adalah suatu hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang dimaksudkan untuk
mengatasi masalah , baik berupa ide, barang, kejadian, metode, dan sebagainya
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok . Dalam pembelajaran dibutuhkannya
perilaku yang inovatif dalam diri para
siswa, siswa yang memiliki perilaku inovatif dalam belajar akan meningkatkan
potensi yang ada dalam dirinya sehingga tujuan dari belajar akan tercapai.
2.1.3 Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir
rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian
dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan
menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan “bagaimana” (how ) dan
“mengapa” (why). Dalam berpikir
rasional, siswa dituntut untuk menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan
sebab-akibat, menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan juga
menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal
berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang
tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan
atau kekurangan (Reber dalam buku Syah, 2010:117).
2.1.4 Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Berpikir Asosiatif adalah berpikir
dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir Asosiatif itu
merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dalam
hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif
yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang
diperoleh dari hasil belajar.
Secara sederhana, berpikir asosiatif
adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya.
Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan
dengan respons. Dan hal ini perludicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan
hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau
pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu
menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam
mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari lahir(maulid) Nabi Muhammad
SAW. Hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Disamping itu, daya ingat pun merupakan
perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi,
siswa yang telah mengalami proses belajar akan di tandai dengan bertambahnya
simpanan materi(pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya
kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulanyang sedang
ia hadapi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perwujudan Perilaku Belajar
Manifestasi atau
perwujudan atau menurut istilah sebagai sebuah hasil dari apa yang dilakukan,
yang berupa positif maupun negatif.Manifestasi adalah :
1.
Perwujudan
sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat: Tindakannya itu sebagai suatu
manifestasi kemarahan hatinya.
2.
Perwujudan
atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan: Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan manifestasi cita-cita bangsa.
Akan tetapi manifestasi belajar berarti sebuah
pernyataan atau perwujudan yang diperoleh sebagai reaksi dari sebuah proses
belajar karena proses belajar (yang benar ataupun yang tidak benar) tetap akan
membuahkan sebuah hasil. Hasil inilah yang disebut sebagai manifestasi belajar.
3.1.1 Kreatif
Kreatif berasal
dari bahasa Inggris create yang artinya mencipta, sedang creative mengandung
pengertia memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya
sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan nuansa baru.
Perkembangan berpikir seorang siswa
bergerak dari kegiatan berpikir konkret menuju berpikir abstrak.Seorang guru
perlu memahami kemampuan berpikir siswa sehingga tidak memaksakan materi-materi
pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan kemampuan siswa.
Apabila hal ini terjadi maka siswa mengalami kesukaran untuk mencerna
gagasan-gagasan dari materi pelajaran yang diberikan, maka usaha guru untuk
membelajarkan siswa bisa disebut gagal. Disini penting bahwa setiap siswa
memiliki kemampuan berpikir kreatif.
Menurut Krulik (Siswono, 2005: 2)
(dalam jurnal Supardi, 2012) mengemukakan bahwa “dalam memahami maupun
merencanakan penyelesaian masalah diperlukan suatu kemampuan berpikir kreatif
siswa yang memadai, karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan berpikir
(bernalar) tingkat tinggi setelah berpikir dasar (basic) dan kritis”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran
diperlukan cara yang mendorong siswa untuk memahami masalah, meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyusun rencana penyelesaian dan
melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan sendiri penyelesaian masalah.
Wilson (Sudiarta, 2007: 1014) (dalam
jurnal Supardi, 2012) memberikan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sebagai
berikut: (1) Kelancaran (Fluency) yaitu kemampuan untuk membangkitkan sebuah
ide sehingga terjadi peningkatan solusi atau hasil karya, (2) Fleksibelitas
(Flexibility) yaitu kemampuan untuk memproduksi atau mengasilkan suatu produk,
persepsi, atau ide yang bervariasi terhadap masalah, (3) Elaborasi
(Elaboration) yaitu kemampuan untuk mengembangkan atau menumbuhkan suatu ide
atau hasil karya, (4) Orisinalitas (originality) yaitu kemampuan menciptakan
ide-ide, hasil karya yang berbeda atau betul-betul baru, (5) Kompleksitas
(Complexity) yaitu kemampuan memasukkan suatu konsep, ide, atau hasil karya
yang sulit, ruwet, berlapis-lapis atau berlipat ganda ditinjau dari berbagai
segi, (6) Keberanian mengambil resiko (Risk-taking) yaitu kemampuan bertekad
dalam mencoba sesuatu yang penuh resiko, (7) Imajinasi (Imagination) yaitu
kemampuan untuk berimajinasi, menghayal, menciptakan barang-barang baru melalui
percobaan yang dapat menghasilkan produk sederhana, dan (8) Rasa ingin tahu
(Curiosity) yaitu kemampuan mencari, meneliti, mendalami, dan keinginan
mengetahui tentang sesuatu lebih jauh.
Andi
[(Kheng Sun, 2011: 47) dalam jurnal
Supardi, 2012] menguraikan tentang manfaat dari berpikir kreatif. Dengan
kemampuan berpikir kreatif, seorang pelajar mampu meraih prestasi-prestasi yang
jauh di atas prestasi rata-rata kebanyakan pelajar. Mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif sangatlah penting dalam pembelajaran matematika. Seperti yang
diungkapkan oleh Munandar [(Parwati, 2005: 46) dalam jurnal Supardi, 2012]sebagai
berikut: (1) Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya
dalam perwujudan dirinya, (2) Kreativitas atau berpikir kreatif, sebagai
kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu
masalah, dan (3) Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi
juga memberikan kepuasan kepada individu.
3.1.2 Inovatif
Menurut Suherli
Kusuma (2010:2)(dalam jurnalIrani, 2015)
inovasi adalah suatu hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang
dimaksudkan untuk mengatasi masalah , baik berupa ide, barang, kejadian,
metode, dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok . Dalam
pembelajaran dibutuhkannya perilaku yang inovatif dalam diri para siswa, siswa yang memiliki
perilaku inovatif dalam belajar akan meningkatkan potensi yang ada dalam
dirinya sehingga tujuan dari belajar akan tercapai.
Berikut ini
adalah ciri- ciri siswa yang inovatif yaitu,
1.
Giat
dalam belajar;
2.
Selalu
berorientasi kedepan (masa yang akan datang);
3.
Kaya
akan ide-ide yang cemerlang;
4.
Selalu
berfikir yang rasional dan berprasangka baik;
5.
Menghargai
waktu yang dimilikinya dan menggunakannya dengan hal-hal yang bermanfaat;
6.
Suka
melakukan sesuatu yang dirasanya masih baru dan belum ada yang pernah
melakukannya; dan
7.
Melakukan
eksperimen-eksperimen dan penelitian yang bermanfaat.
Setiap siswa
memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda, oleh karena itu siswa yang
belum memiliki perilaku inovatif dalam belajar merupakan salah satu tanggung
jawab dari seorang pendidik/guru yang harus mendorong dan membantu siswanya
agar menjadi siswa yang inovatif dalam belajar. Berikut ini ada cara yang dapat
dilakukan oleh seorang pendidik/guru untuk menumbuhkan perilaku inovatif pada
siswanya:
1.
Pembelajar
dalam kelas yang harus mengedepankan keaktifan dari masing-masing siswa;
2.
Lebih
mengandalkan pikiran dan konsep dasar yang dimiliki siswa;
3.
Mengembangkan
kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi;
4.
Mengembangkan
keingintahuan dan imajinasi siswa;
5.
Belajar
dengan melakukan (learning by doing);
6.
Mengembangkan
kreativitas siswa; dan
7.
Menumbuhkan
kesadaran kepada para siswa pentingnya belajar sampai akhir hayat.
Perilaku inovatif merupakan salah satu perilaku yang
harus diwujudkan dalam perilaku belajar sehingga pembelajaran dapat tercapai
dengan baik dan menghasilkan siswa-siswa yang dapat berguna bagi kehidupan.
3.1.3 Berpikir Rasional dan Kritis
Berfikir rasional merupakan suatu poses
berfikir dengan tingkat abstraksi yang tinggi. Berfikir rasional sering
dikaitkan dengan pertanyaan how dan why (bagaimana dan mengapa). Dalam berfikir
rasional seseorang dituntut untuk dapat melihat hubungan sebab-akibat (teory
kausal), menganalisa masalah, menarik generalisasi, menarik hukum-hukum dan
membuat ramalan (prediksi). Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada
tiga langkah, yaitu:
Pembentukan pengertian; merupakan
pengertian logis yang dibentuk melalui tiga tingkat yaitu:
1. Menganalisa
ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek tersebut kita perhatikan
unsusr-unsurnya satu demi satu;
2. Membanding-bandingkan
ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak
sama, mana yaang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki
dan mana yang tidak hakiki; dan
3. Mengabstraksikan,
yang menyisihkan, membuang, ciri-ciriny tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang
hakiki; misalnya manusia adalah makhluk yang berbudi.
Pembentukan pendapat, yaitu meletakkan
hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam
bahasa disebut kalimat, yang terdiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan
atau prediket. Subjek adalah pengertian yang diterangkan, sedangkan prediket
adalah pengertian yang menerangkan; misalnya rumah itu baru. Ada tiga jenis
pendapat:
1. Afirmatif;
yaitu pendapat yang mengiyakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu;
2. Negatif;
yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak
adanya sesuatu sifat pada suatu hal; dan
3. Modalitas
atau kebarangkalian; yaitu pendapat yang menerangkan kebarangkalian,
kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.
Penarikan kesimpulan atau pembentukan
keputusan; adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan:
1. Induktif;
yaitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat
umum;
2. Deduktif;
yaitu keputusan yang ditarik dari hal umum ke halyang khusus; dan
3. Analogis;
yaitu keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan
dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.
Oleh
karena itu, berfikir rasional akan sangat berguna dalam memecahkan suatu
masalah (problem solving) karena berfikir rasional selalu mengedepankan
objektifitas dari pada subjektifitas. Sebab, subjektifitas selalu dipengaruhi
oleh emosi dan ego yang berdampak melihat sesuatu dari sudut pandang pribadi.
Dalam berfikir rasional hal ini harus dihindari supaya melahirkan suatu sikap
objektif. Contohnya : seorang siswa yang sedang mendapati masalah dengan
kelangsungan mengikuti UAS, karena kartu UASnya tidak dapat diambil atau
ditahan. Ia akan berpikir dan mencari tahu (penyebab) mengapa kartu UASnya
ditahan. Lalu ia menganalisis, dan hasil analisisnya kartunya ditahan karena ia
belum melunasi pembayaran dan kesimpulan yang di tarik ia harus segera melunasi
pembayaran atau mendatangi staf bagian keadministrasian untuk membuat
perjanjian pembayaran, agar mendapat keringanan sehingga kartu UAS milik siswa
tersebut dapat diambil.
3.1.4 Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Asosiatif ialah sebuah kemampuan untuk
menghubungkan data-data yang diperoleh. Contoh : dari kemampuan mengasosiasikan
seperti menghubungkan antara tanggal 17 Agustus dengan hari kemerdekaan
Republik Indonesia, contoh lagi : seorang anak yang telah mengetahui arti
pentingnya tanggal 12 rabbiul Awal, ia akan mengasosiasikan tanggal bersejarah
itu dengan hari kelahiran atau ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW, dan itu
pun hanya bisa didapat apabila anak tersebut telah mempelajari riwayat hidup
beliau. Daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab daya ingat merupakan
unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses
belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan
pengertian) dalam memori, dan meningkatnya kemampuan menghubungkan materi
tersebut dengan situasi yang sedang dihadapi.
Menurut Sarlito W. Sarwono :“berpikir
asosiatif yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya ide-ide
lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau
diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide itu timbul atau terasosiasi (terkaitkan)
dengan ide sebelumnya secara spontan”. Jenis berpikir ini disebut juga jenis
berpikir divergen (menyebar) atau kreatif, umumnya pada para pencipta, penemu,
penggagas dan sebagainya dalam bidang ilmu, seni, pemasaran, dan sebagainya.
Jenis-jenis berpikir asosiatif adalah:
1. Asosiasi
Bebas: satu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja
tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya
beberapa ide, misalnya tentang restoran, dapur, nasi, anak yatim yang belum
sempat diberi makan, atau apa saja.
2. Asosiasi
Terkontrol: Satu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam
batas-batas tertentu. Misalnya, ide tentang “membeli mobil”, akan merangsang
ide-ide lain, misalnya tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau
modelnya. Tetapi, tidak merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu,
seperti peraturan lalu lintas, polisi lalu lintas, mertua yang sering meminjam
barang-barang piutang yang belum ditagih, dan sebagainya.
3. Melamun:
Mengkhayal bebas, sebebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak
realistis. Misalnya, berkhayal jadi orang kaya, jadi Superman, atau jadi Putri
Salju. Anak kecil sering kali belum dapat membedakan antara khayalan dan
realita sehinggga kalau dia menceritakan, misalnya tentang sahabat yang ada
dalam khayalannya kepada ibunya, ibu-ibu yang tidak paham akan jiwa anak,
sering kali memarahi anaknya dan menganggapnya sebagai pembohong. Di sisi lain,
banyak temua-temuan penting dalam ilmu pengetahuan yang dimuali dari lamunan.
Newton misalnya, menemukan teoritentang daya tarik bumi setelah ia melamun
tentang mengapa buah apel bisa jatuh sehingga bisa menimpa kepalanya.
4. Mimpi:
Ide-ide tentang berbagai hal yang timbulsecara tidak disadari pada waktu tidur.
Mimpi ini kadang-kadang terlupakan paada waktu bangun, tetapi kadang-kadang
masih dapat diingat. Mimpi bisa merupakan kilas balik peristitwa-peristiwa masa
lalu, namaun bisa juga berupa harapan-harapan yang tak terpenuhi, ataubahkan
tak bermakna sama sekali. Sigmun Freud pakar psikoanalisis, menyatakan bahwa
“mimpi sangat penting karena berisi dorongan-dorongan dari alam bawah sadar
yang tidak dimunculkan dalam kesadaran karena dilarang oleh Super-ego”. Freud
suka menggali isi mimpi pasien-pasiennya untuk dianalisis dengan menggunakan teknik
“analisis mimpi”.
5. Berpikir
Artistik merupakan proses berpikir yangsangat subjektif. Jalan pikiran sangat
diperngaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan
keadaan sekita. Hal ini sering dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya
seninya. Berpikir asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang telah
belajar tentang data yang ia dapatkan, misalnya seseorang hanya akan
mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI, Bandung dengan KAA,
Hendri Dunant dengan Palang Merah Dunia, atau Kremlindengan Rusia. Selain itu
kemampuan berfikir asosiatif juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
materi yang dipelajari, sifat dan bentuk proses belajar, daya ingatan dan
lain-lain.
Dimyati
dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Syah,
Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arifin,
Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar