Rabu, 14 Desember 2016

Perwujudan Perilaku Belajar


BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1     Perwujudan Perilaku Belajar

Perilaku belajar merupakan hal penting dalam mengevaluasi hasil belajar siswa sebagaimana menurut Arifin (2011:3) bahwa “pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu”. Dengan demikian fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan. Oleh karena itu adanya perwujudan perilaku belajar yang dapat mengarahkan peserta didik ke arah perubahan-perubahan perilaku yang positif.
Dalam hal memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat atau sekurang-kurangnya terdapat titik temu di antara mereka mengenai hal-hal prisnsipal. Akan tetapi, mengenai apa yang dipelajari siswa dan bagaimana perwujudannya, agaknya masih tetap merupkan teka-teki yang sering menimbulkan silang pendapat yang cukup tajam diantara para ahli itu.
Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut:
1).      Kebiasaan;
2).      Keterampilan;
3).      Pengamatan;
4).      Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat;
5).      Berpikir Rasional;
6).      Sikap;
7).      Inihibisi;
8).      Apresiasi; dan
9).      Tingkah Laku Efektif. (Syah, 2010: 116)
Timbulnya sikap dan kesanggupan yang konstruptif, juga berpikir kritis dan kreatif, seperti yang dikemukakan sebagian ahli (Syah, 2010:116).
Dari sembilan daftar perwujudan perilaku belajar di atas, yang akan ditinjau lebih lanjut ada empat, yaitu:

2.1.1        Kreatif

Kreatif berasal dari bahasa Inggris create yang artinya mencipta, sedang creative mengandung pengertia memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan nuansa baru. Malaka (2011: 67) (dalam jurnal Supardi, 2012) mengemukakan bahwa, “Jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya membuat hal-hal yang baru. Justru salah, karena manusia tidak pernah membuat hal yang baru. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang lain, manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada, sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru.”
Upaya menjadi kreatif berkaitan dengan antusiame dan gairah yang dikenal sebagai faktor substansial pada tingkat puncak kerja. Akan tetapi, banyak orang yang mengabaikan kreativitas sebab dia tidak menyadari manfaat dari kreativitas. Istilah kreativitas atau daya cipta sering digunakan di lingkungan sekolah, perusahaan ataupun lingkungan lainnya. Pengembangan kreativitas ini diperlukan untuk menghadapi arus era globalisasi. Komarudin (2011:279) (dalam jurnal Supardi, 2012)  mengatakan bahwa “kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, mungkin saja gabungannya atau kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya”.
Sejalan dengan Harris, Munandar (2002: 35) (dalam jurnal Supardi, 2012) mengungkapkan bahwa “anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif”. Siswa kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko daripada anak-anak pada umumnya.

2.1.2        Inovatif

Kata inovatif berasal dari kata bahasa Inggris “innovate” yang artinya memperkenalkan sesuatu yang baru, sedangkan “innovative” berarti bersifat memperbaharui. Kemudian kata “innovate” dan “innovative” yang mengalami perubahan penulisan dalam bahasa Indonesia menjadi “inovatif” yaitu bersifat memperkenalkan suatu yang baru.  Menurut Suherli Kusuma (2010:2)(dalam jurnal Irani, 2015) inovasi adalah suatu hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah , baik berupa ide, barang, kejadian, metode, dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok . Dalam pembelajaran dibutuhkannya perilaku yang inovatif  dalam diri para siswa, siswa yang memiliki perilaku inovatif dalam belajar akan meningkatkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga tujuan dari belajar akan tercapai.

2.1.3        Berpikir Rasional dan Kritis

Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how ) dan “mengapa” (why). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut untuk menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik simpulan-simpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber dalam buku Syah, 2010:117).

2.1.4        Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat

Berpikir Asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir Asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.
Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dan hal ini perludicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari lahir(maulid) Nabi Muhammad SAW. Hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup beliau.
Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan di tandai dengan bertambahnya simpanan materi(pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulanyang sedang ia hadapi.








BAB III

PEMBAHASAN

3.1     Perwujudan Perilaku Belajar

Manifestasi atau perwujudan atau menurut istilah sebagai sebuah hasil dari apa yang dilakukan, yang berupa positif maupun negatif.Manifestasi adalah :
1.      Perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat: Tindakannya itu sebagai suatu manifestasi kemarahan hatinya.
2.      Perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan manifestasi cita-cita bangsa.
Akan tetapi manifestasi belajar berarti sebuah pernyataan atau perwujudan yang diperoleh sebagai reaksi dari sebuah proses belajar karena proses belajar (yang benar ataupun yang tidak benar) tetap akan membuahkan sebuah hasil. Hasil inilah yang disebut sebagai manifestasi belajar.

3.1.1        Kreatif

Kreatif berasal dari bahasa Inggris create yang artinya mencipta, sedang creative mengandung pengertia memiliki daya cipta, mampu merealisasikan ide-ide dan perasaannya sehingga tercipta sebuah komposisi dengan warna dan nuansa baru.
Perkembangan berpikir seorang siswa bergerak dari kegiatan berpikir konkret menuju berpikir abstrak.Seorang guru perlu memahami kemampuan berpikir siswa sehingga tidak memaksakan materi-materi pelajaran yang tingkat kesukarannya tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Apabila hal ini terjadi maka siswa mengalami kesukaran untuk mencerna gagasan-gagasan dari materi pelajaran yang diberikan, maka usaha guru untuk membelajarkan siswa bisa disebut gagal. Disini penting bahwa setiap siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif.
Menurut Krulik (Siswono, 2005: 2) (dalam jurnal Supardi, 2012)  mengemukakan bahwa “dalam memahami maupun merencanakan penyelesaian masalah diperlukan suatu kemampuan berpikir kreatif siswa yang memadai, karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan berpikir (bernalar) tingkat tinggi setelah berpikir dasar (basic) dan kritis”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran diperlukan cara yang mendorong siswa untuk memahami masalah, meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyusun rencana penyelesaian dan melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan sendiri penyelesaian masalah.
Wilson (Sudiarta, 2007: 1014) (dalam jurnal Supardi, 2012) memberikan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut: (1) Kelancaran (Fluency) yaitu kemampuan untuk membangkitkan sebuah ide sehingga terjadi peningkatan solusi atau hasil karya, (2) Fleksibelitas (Flexibility) yaitu kemampuan untuk memproduksi atau mengasilkan suatu produk, persepsi, atau ide yang bervariasi terhadap masalah, (3) Elaborasi (Elaboration) yaitu kemampuan untuk mengembangkan atau menumbuhkan suatu ide atau hasil karya, (4) Orisinalitas (originality) yaitu kemampuan menciptakan ide-ide, hasil karya yang berbeda atau betul-betul baru, (5) Kompleksitas (Complexity) yaitu kemampuan memasukkan suatu konsep, ide, atau hasil karya yang sulit, ruwet, berlapis-lapis atau berlipat ganda ditinjau dari berbagai segi, (6) Keberanian mengambil resiko (Risk-taking) yaitu kemampuan bertekad dalam mencoba sesuatu yang penuh resiko, (7) Imajinasi (Imagination) yaitu kemampuan untuk berimajinasi, menghayal, menciptakan barang-barang baru melalui percobaan yang dapat menghasilkan produk sederhana, dan (8) Rasa ingin tahu (Curiosity) yaitu kemampuan mencari, meneliti, mendalami, dan keinginan mengetahui tentang sesuatu lebih jauh.
Andi [(Kheng Sun, 2011: 47) dalam  jurnal Supardi, 2012] menguraikan tentang manfaat dari berpikir kreatif. Dengan kemampuan berpikir kreatif, seorang pelajar mampu meraih prestasi-prestasi yang jauh di atas prestasi rata-rata kebanyakan pelajar. Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif sangatlah penting dalam pembelajaran matematika. Seperti yang diungkapkan oleh Munandar [(Parwati, 2005: 46) dalam jurnal Supardi, 2012]sebagai berikut: (1) Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya, (2) Kreativitas atau berpikir kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, dan (3) Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu.

3.1.2        Inovatif

Menurut Suherli Kusuma (2010:2)(dalam jurnalIrani, 2015) inovasi adalah suatu hasil penciptaan sesuatu yang dianggap baru yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah , baik berupa ide, barang, kejadian, metode, dan sebagainya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok . Dalam pembelajaran dibutuhkannya perilaku yang inovatif  dalam diri para siswa, siswa yang memiliki perilaku inovatif dalam belajar akan meningkatkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga tujuan dari belajar akan tercapai.
Berikut ini adalah ciri- ciri siswa yang inovatif yaitu,
1.    Giat dalam belajar;
2.    Selalu berorientasi kedepan (masa yang akan datang);
3.    Kaya akan ide-ide yang cemerlang;
4.    Selalu berfikir yang rasional dan berprasangka baik;
5.    Menghargai waktu yang dimilikinya dan menggunakannya dengan hal-hal yang bermanfaat;
6.    Suka melakukan sesuatu yang dirasanya masih baru dan belum ada yang pernah melakukannya; dan
7.    Melakukan eksperimen-eksperimen dan penelitian yang bermanfaat.
Setiap siswa memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda, oleh karena itu siswa yang belum memiliki perilaku inovatif dalam belajar merupakan salah satu tanggung jawab dari seorang pendidik/guru yang harus mendorong dan membantu siswanya agar menjadi siswa yang inovatif dalam belajar. Berikut ini ada cara yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik/guru untuk menumbuhkan perilaku inovatif pada siswanya:
1.    Pembelajar dalam kelas yang harus mengedepankan keaktifan dari masing-masing siswa;
2.    Lebih mengandalkan pikiran dan konsep dasar yang dimiliki siswa;
3.    Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi;
4.    Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi siswa;
5.    Belajar dengan melakukan (learning by doing);
6.    Mengembangkan kreativitas siswa; dan
7.    Menumbuhkan kesadaran kepada para siswa pentingnya belajar sampai akhir hayat.
Perilaku inovatif merupakan salah satu perilaku yang harus diwujudkan dalam perilaku belajar sehingga pembelajaran dapat tercapai dengan baik dan menghasilkan siswa-siswa yang dapat berguna bagi kehidupan.

3.1.3        Berpikir Rasional dan Kritis

Berfikir rasional merupakan suatu poses berfikir dengan tingkat abstraksi yang tinggi. Berfikir rasional sering dikaitkan dengan pertanyaan how dan why (bagaimana dan mengapa). Dalam berfikir rasional seseorang dituntut untuk dapat melihat hubungan sebab-akibat (teory kausal), menganalisa masalah, menarik generalisasi, menarik hukum-hukum dan membuat ramalan (prediksi). Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:
Pembentukan pengertian; merupakan pengertian logis yang dibentuk melalui tiga tingkat yaitu:
1.    Menganalisa ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek tersebut kita perhatikan unsusr-unsurnya satu demi satu;
2.    Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yaang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki; dan
3.    Mengabstraksikan, yang menyisihkan, membuang, ciri-ciriny tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki; misalnya manusia adalah makhluk yang berbudi.
Pembentukan pendapat, yaitu meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa disebut kalimat, yang terdiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan atau prediket. Subjek adalah pengertian yang diterangkan, sedangkan prediket adalah pengertian yang menerangkan; misalnya rumah itu baru. Ada tiga jenis pendapat:
1.    Afirmatif; yaitu pendapat yang mengiyakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu;
2.    Negatif; yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada suatu hal; dan
3.    Modalitas atau kebarangkalian; yaitu pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.
Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan; adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan:
1.    Induktif; yaitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum;
2.    Deduktif; yaitu keputusan yang ditarik dari hal umum ke halyang khusus; dan
3.    Analogis; yaitu keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.
Oleh karena itu, berfikir rasional akan sangat berguna dalam memecahkan suatu masalah (problem solving) karena berfikir rasional selalu mengedepankan objektifitas dari pada subjektifitas. Sebab, subjektifitas selalu dipengaruhi oleh emosi dan ego yang berdampak melihat sesuatu dari sudut pandang pribadi. Dalam berfikir rasional hal ini harus dihindari supaya melahirkan suatu sikap objektif. Contohnya : seorang siswa yang sedang mendapati masalah dengan kelangsungan mengikuti UAS, karena kartu UASnya tidak dapat diambil atau ditahan. Ia akan berpikir dan mencari tahu (penyebab) mengapa kartu UASnya ditahan. Lalu ia menganalisis, dan hasil analisisnya kartunya ditahan karena ia belum melunasi pembayaran dan kesimpulan yang di tarik ia harus segera melunasi pembayaran atau mendatangi staf bagian keadministrasian untuk membuat perjanjian pembayaran, agar mendapat keringanan sehingga kartu UAS milik siswa tersebut dapat diambil.

3.1.4        Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat

Asosiatif ialah sebuah kemampuan untuk menghubungkan data-data yang diperoleh. Contoh : dari kemampuan mengasosiasikan seperti menghubungkan antara tanggal 17 Agustus dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia, contoh lagi : seorang anak yang telah mengetahui arti pentingnya tanggal 12 rabbiul Awal, ia akan mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari kelahiran atau ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW, dan itu pun hanya bisa didapat apabila anak tersebut telah mempelajari riwayat hidup beliau. Daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab daya ingat merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, dan meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi yang sedang dihadapi.
Menurut Sarlito W. Sarwono :“berpikir asosiatif yaitu proses berpikir di mana suatu ide merangsang timbulnya ide-ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide itu timbul atau terasosiasi (terkaitkan) dengan ide sebelumnya secara spontan”. Jenis berpikir ini disebut juga jenis berpikir divergen (menyebar) atau kreatif, umumnya pada para pencipta, penemu, penggagas dan sebagainya dalam bidang ilmu, seni, pemasaran, dan sebagainya.
Jenis-jenis berpikir asosiatif adalah:
1.    Asosiasi Bebas: satu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya. Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya beberapa ide, misalnya tentang restoran, dapur, nasi, anak yatim yang belum sempat diberi makan, atau apa saja.
2.    Asosiasi Terkontrol: Satu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya, ide tentang “membeli mobil”, akan merangsang ide-ide lain, misalnya tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau modelnya. Tetapi, tidak merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu, seperti peraturan lalu lintas, polisi lalu lintas, mertua yang sering meminjam barang-barang piutang yang belum ditagih, dan sebagainya.
3.    Melamun: Mengkhayal bebas, sebebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis. Misalnya, berkhayal jadi orang kaya, jadi Superman, atau jadi Putri Salju. Anak kecil sering kali belum dapat membedakan antara khayalan dan realita sehinggga kalau dia menceritakan, misalnya tentang sahabat yang ada dalam khayalannya kepada ibunya, ibu-ibu yang tidak paham akan jiwa anak, sering kali memarahi anaknya dan menganggapnya sebagai pembohong. Di sisi lain, banyak temua-temuan penting dalam ilmu pengetahuan yang dimuali dari lamunan. Newton misalnya, menemukan teoritentang daya tarik bumi setelah ia melamun tentang mengapa buah apel bisa jatuh sehingga bisa menimpa kepalanya.
4.    Mimpi: Ide-ide tentang berbagai hal yang timbulsecara tidak disadari pada waktu tidur. Mimpi ini kadang-kadang terlupakan paada waktu bangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat. Mimpi bisa merupakan kilas balik peristitwa-peristiwa masa lalu, namaun bisa juga berupa harapan-harapan yang tak terpenuhi, ataubahkan tak bermakna sama sekali. Sigmun Freud pakar psikoanalisis, menyatakan bahwa “mimpi sangat penting karena berisi dorongan-dorongan dari alam bawah sadar yang tidak dimunculkan dalam kesadaran karena dilarang oleh Super-ego”. Freud suka menggali isi mimpi pasien-pasiennya untuk dianalisis dengan menggunakan teknik “analisis mimpi”.
5.    Berpikir Artistik merupakan proses berpikir yangsangat subjektif. Jalan pikiran sangat diperngaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekita. Hal ini sering dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya seninya. Berpikir asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang telah belajar tentang data yang ia dapatkan, misalnya seseorang hanya akan mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI, Bandung dengan KAA, Hendri Dunant dengan Palang Merah Dunia, atau Kremlindengan Rusia. Selain itu kemampuan berfikir asosiatif juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya materi yang dipelajari, sifat dan bentuk proses belajar, daya ingatan dan lain-lain.


Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar