Rabu, 28 Desember 2016

Ilmu Pengetahuan dan Tantangan Global


Ilmu Pengetahuan dan Tantangan Global


Kita hidup di dunia yang penuh tantangan. Di satu sisi, berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, perang dan kesenjangan sosial di berbagai negara, tetap ada, dan bahkan menyebar. Di sisi lain, krisis lingkungan hidup memicu berbagai bencana alam di berbagai tempat. Kita membutuhkan cara berpikir serta metode yang tepat, guna menghadapi dua tantangan tersebut.

Ilmu pengetahuan mencoba melakukan berbagai penelitian untuk memahami akar masalah, dan menawarkan jalan keluar. Beragam kajian dibuat. Beragam teori dirumuskan. Akan tetapi, seringkali semua itu hanya menjadi tumpukan kertas belaka yang tidak membawa perubahan nyata.

Bahkan, kini penelitian sedang dilakukan untuk memahami beragam penelitian yang ada. Jadi, ”penelitian atas penelitian”. Di-lihat dari kaca mata ilmu pengetahuan, kegiatan ini memang perlu dan menarik. Namun, dilihat dari sudut akal sehat sederhana, ini merupakan tanda, bahwa telah ada begitu banyak kajian dan teori yang lahir dari penelitian dengan nilai milyaran dollar, sementara hasilnya masih dipertanyakan.

Banjir Teori

Kondisi ini saya sebut sebagai ”banjir teori” dan ”banjir kajian”. Kajian dibuat demi kajian itu sendiri. Teori dirumuskan demi teori itu sendiri. Ini merupakan kesalahan berpikir mendasar di dalam dunia akademik sekarang ini.


Hakekat Teori

Teori adalah rangkaian kata-kata ataupun simbol untuk menjelaskan suatu keadaan atau fenomena di dalam dunia. Teori juga merupakan bentuk abstraksi pikiran manusia atas keadaan atau benda di dunia. Dalam arti ini, dapat dengan lugas dikatakan, bahwa teori itu bukanlah kenyataan, melainkan abstraksi yang sekaligus juga berarti penyempitan (reduksi) dari kenyataan itu sendiri. Berteori berarti mencabut unsur-unsur di dalam kenyataan yang dianggap penting, dan berarti mengabaikan atau bahkan membuang hal-hal yang dianggap tidak penting.

Melampaui Teori

Jika kita hanya memahami dunia melalui teori dan konsep di dalam kepala kita, maka kita tidak akan bisa memahami realitas apa adanya. Jika kita tidak dapat memahami realitas apa adanya, maka kita akan tersesat. Kita tidak lagi bisa membedakan antara kenyataan dan ilusi yang muncul di kepala kita. Akibatnya, kita pun bingung, dan tidak dapat menanggapi dengan tepat beragam tantangan yang ada.

Untuk mencegah itu, kita perlu memahami kenyataan apa adanya. Kita perlu bergerak melampaui teori, dan memahami dunia apa adanya. Kata ”melampaui” bisa juga diganti dengan kata ”sebelum” teori, yakni dunia apa adanya, sebelum kita merumuskan konsep atasnya. Para filsuf fenomenologi Jerman, seperti Edmund Husserl dan Martin Heidegger, menyebutnya sebagai dunia kehidupan (Lebenswelt), yakni dunia prakonseptual (sebelum konsep). Para pemikir filsafat Timur, seperti Seung Sahn dan Lin-Chi, menyebutnya sebagai dunia-tanpa-pikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar