Sabtu, 31 Desember 2016

Hidup dalam Ilusi

Hidup dalam Ilusi

Inilah salah satu salah paham terbesar manusia dalam hidupnya. Ia mengira ilusi sebagai kenyataan. Akhirnya, ia hidup dalam kebohongan. Dari kebohongan lahirlah penderitaan yang mendorong dia untuk membuat orang-orang sekitarnya juga menderita.

Uang dan nama baik sejatinya adalah kosong. Keduanya adalah ilusi. Ketika kita lapar, kita tidak bisa makan uang. Ketika kita haus, kita tidak bisa minum nama baik. Uang dan nama baik adalah sesuatu yang rapuh, sementara dan, dalam banyak kasus, justru berbahaya.

Perang dan pembunuhan dilakukan demi uang dan nama baik. Mereka yang memperolehnya menjadi tergantung padanya. Hidupnya berada dalam keadaan kompetisi terus menerus dengan orang-orang lain yang dianggap sebagai lawannya. Ia hidup dalam tegangan dan penderitaan terus menerus.

Orang yang berhasil memperoleh uang dan nama baik juga akan tiba di tujuan yang sama dengan orang yang miskin dan me-miliki reputasi jelek, yakni kehampaan batin. Alih-alih memberikan
kebahagiaan, uang dan nama baik justru membuat mereka takut dan agresif terhadap orang lain. Sejatinya, uang dan nama baik adalah sesuatu yang netral, yang bisa dipakai untuk mempertahankan hidup dan membantu orang lain. Namun, jika orang melekatkan dirinya pada kedua benda itu, maka masalah besar akan timbul.

Kriminalitas berakar dalam pada kelekatan manusia akan uang dan nama baik tersebut. Korupsi dan penipuan lahir dari kelekatan akan uang. Kehampaan dan ketergantungan pada narkoba serta alkohol lahir dari kelekatan pada nama baik. Semuanya adalah ilusi yang kosong dan rapuh.

Orang yang hidup semata untuk uang dan nama baik berarti hidup dalam ilusi. Mereka hidup dalam kepalsuan dan kebohongan. Justru mereka adalah orang-orang yang ”lari dari kenyataan”. Kenyataan yang sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan kelekatan pada uang dan nama baik.

Maka dari itu, orang perlu untuk keluar dari ilusi yang menceng-kramnya. Ia perlu keluar dari kebohongan dan penipuan yang ia peluk erat sebelumnya. Ia perlu untuk melihat dan memahami kenyataan sebagaimana adanya. Dari pemahaman tersebut, ia lalu bisa menjalani hidup yang penuh makna dan kebahagiaan.

1 komentar: