BERFIKIR
ITU BERMIMPI
Berpikir
dan Bermimpi
Jika
diperhatikan, pengalaman bermimpi ini sama seperti pengalaman berpikir. Kita
membangun gambaran, konsep dan cerita di kepala kita, lalu mengiranya sebagai
nyata. Namun, setelah diteliti lebih dalam, gambaran itu ternyata salah. Mirip
seperti mimpi, ia pun segera berlalu, dan hanya menyisakan setitik ingatan.
Ketika
berpikir, kita membangun konsep. Proses ini seringkali terjadi begitu cepat,
tanpa disadari. Kita mulai menilai dan memisahkan. Peristiwa, yang sejatinya
adalah peristiwa netral, kini mendapat label baik atau buruk, benar atau salah,
nyaman atau tidak nyaman dan sebagainya.
Konsep ini lalu berubah, ketika
mendapatkan pengalaman atau pengetahuan baru. Kadang, ia lenyap sama sekali.
Dalam konteks lain, ia membesar, karena terus terbuktikan oleh pengalaman.
Dalam kesempatan lain, konsep yang baru pun lahir.
Kenyataan
dan Penderitaan
Konsep
ini begitu nyata dan kuat. Sama seperti mimpi yang terasa begitu nyata, kita
lalu mengira konsep sebagai kenyataan. Kita menganggapnya sebagai kebenaran.
Ketika kita mengira konsep adalah kenyataan, dititik itu pula, kita memasuki
pintu penderitaan.
Sejatinya,
sama seperti mimpi, konsep bukanlah kenyataan. Ia adalah sebentuk abstraksi
yang dihasilkan oleh pikiran manusia. Ketika sebuah peristiwa kita bungkus
dalam konsep, ketika itu pula, ia bukan lagi kenyataan. Konsep memisahkan kita
dari kenyataan, dan mengurung kita ke dalam kesalahpahaman.
Mengira
konsep sebagai kenyataan adalah salah satu kesalahan terbesar di dalam hidup
kita. Ini sama seperti mengira, bahwa mimpi adalah realita. Kita menderita,
ketika kita tercabut dari kenyataan, dan terkurung di dalam konsep. Ini sama
seperti penderitaan yang kita alami, ketika kita hidup dalam mimpi.
Pengaruhnya
juga terasa di dalam hubungan dengan orang lain. Orang yang mengira konsep di
dalam kepalanya benar biasanya akan cenderung berselisih pendapat dengan orang
lain, yang juga mengira pikirannya adalah kenyataan. Selisih pendapat
seringkali tidak berakhir dengan perpisahan, tetapi dengan konflik lebih jauh.
Sebelum
Pikiran
Maka,
pikiran haruslah dilihat sebagai pikiran. Ia bukanlah kenyataan. Mimpi haruslah
dilihat sebagai sekedar mimpi. Ia juga bukanlah kenyataan.
Sambil menyadari ini, kita lalu
bertanya, siapa atau apa ini yang sedang berpikir? Siapa atau apa ini yang
sedang bermimpi? Jika kita menjawab pertanyaan ini dengan konsep, kita jatuh
lagi ke dalam pikiran. Kita harus melepaskan pikiran, konsep dan mimpi, supaya
bisa menjawab pertanyaan ini dengan tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar